Oleh
Sri Hartini, S.Psi, M.Si
perkembangan sosioemosional anak, di fokuskan pada dua teori utama yaitu :
Dimana anak berkembang (Bronfenbrener) dan perubahan utama dalam perkembangan sosioemosional anak (Erikson)
1. Teori Ekologi Bronfenbrener
Teori ekologi dikembangkan oleh Urie Bronfenbrenner (1917) yang fokus utamanya adalah pada konteks sosial dimana anak tinggal dan orang-orang yang mempengaruhi perkembangan anak. Teori ekologi Bronfenbrenner terdiri dari lima sistem lingkungan yang merentang dari interaksi interpersonal sampai pengaruh kultur yang lebih luas. Ia menyebut sistem-sistem itu sbg mikrosistem, mesosistem, ekosistem,makrosistem, dan kronosistem.
Pandanglah anak sebagai sosok yang terlibat dalam berbagai sistem lingkungan dan dipengaruhi oleh sistem-sistem itu.
b. Perhatikan hubungan antara sekolah dan keluarga.
c. Sadari arti penting dari komunitas, status sosioekonomi, dan kultur dalam perkembangan anak.
Teori Erik Erikson melengkapi analisis Bronfenbrenner terhadap konteks sosial dimana anak tumbuh dan orang-orang yang penting bagi kehidupan anak. Erikson (1902-1994) mengemukakan teori tentang perkembangan seseorang melalui delapan tahapan di sepanjang rentang kehidupan.
1. Dorong anak untuk berinisiatif.
2. Mempromosikan usaha belajar untuk anak- anak sekolah dasar.
3. Ajak remaja mengekplorasikan identitas dirinya.
4. Kaji diri anda sebagai seorang guru dengan lensa delapan tahap erikson.
5. Ambil karakteristik yang bermanfaat dalam tahap Erikson lainnya.
Menurut teori Bronfenbrenner, ada tiga konteks dimana anak menghabiskan sebahagian besar waktunya yaitu: keluarga, teman sebaya-sepermainan(peer), dan sekolah.
1. Keluarga
Anak-anak tumbuh dalam keluarga yang berbeda-beda, situasi yang bervariasi ini akan mempengaruhi perkembangan anak dan mempengaruhi murid didalam dan diluar ruang kelas.
a). Authoritarian parenting adalah gaya asuh yang sifatnya membatasi dan menghukum. Ortu yg otoriter sllu memerintah anak untuk mengikuti petunjuk mrk dan menghormati mrk.
b). Authoritative parenting adalah gaya asuh orang tua yang mendorong anak untuk menjadi independen ttp msh membatasi dan mengontrol tindakan anaknya.
c). Neglectful parenting adalah gaya asuh dimana ortu tidak terlibat aktif dlm kehidupan anaknya. Ketika anak masih kecil bahkan remaja, ortu model ini tidak akan bisa menjawab jika ditanya.
d). Indulgent parenting adalah gaya asuh dimana ortu terlibat dalam kehidupan anaknya ttp tdk banyak memberikan batasan atau kekangan pada pl mrk.
Selain keluarga dan guru, teman seusia atau sebaya (peer) juga memainkan peran penting dalam perkembangan anak. Fungsi terpenting dari kelompok teman sebaya adalah memberikan sumber informasi dan perbandingan ttg dunia diluar keluarga.
Hubungan teman sebaya yang buruk dimasa kanak-kanak menyebabkan terjadinya drop-out dari sekolah dan tindak kejahatan diusia remaja (roff, sells, and Golden, 1972) dan sebaliknya hubungan teman sebaya yg harmonis menyebabkan kesehatan mental yg positif diusia paruh baya nanti.
Problem hubungan teman seusia khususnya adalah Bullying (sejenis tindakan menganggu teman yg berupa teror berupa pelecehan, pemalakan, intimidasi, kekerasan, hinaan dan sejenisnya)
Para developmentalis telah dengan tepat menunjukkan empat tipe status teman sebaya diantaranya;
Anak populer (popular children) adalah teman terbaik dan jarang dibenci teman sebayanya. Anak populer memberikan dukungan, mau mendengar dengan perhatian, menjaga alur komunikasi, terbuka, cenderung riang, bertindak mandiri, percaya diri.
Anak diabaikan (neglected children) jarang dinominasi sbg teman terbaik, ttp bukan tidak disukai oleh teman seusianya.
Anak ditolak (rejected Children) jarang dinominasi sbg teman yg baik dan sering dibenci oleh teman-teman seusianya.
Anak kontroversial (controversial children) sering dinominasi sebagai teman yg baik ttp juga kerap tidak disukai.
Disekolah anak banyak menghabiskan waktu dari sbg anggota masyarakat kecil yg sangat mempengaruhi perkembangan sosioemosional mereka.
Konteks sekolah bervariasi sejak masa kanak-kanak awal, SD hingga remaja. Setting masa kanak-kanak awal (masa TK) adalah sebuah lingkungan yg terlindung yg batas-batasnya adalah ruangan kelas. Ruangan kelas merupakan merupakan komteks utama di SD, walaupun ruangan kelas lebih mungkin dirasakan sbg unit sosial ketimbang kelas pd TK.
Guru melambangkan otoritas, yg menciptakan iklim kelas, kondisi interaksi sosial, dan sifat pelaksanaan fungsi kelompok. Saat anak memasuki SMP, lingkungan sekolah menjadi semakin luas dan kompleks (Anfara, 2001)
Seperti yg kita ketahui sosial juga penting dalam mempengaruhi perkembangan sosioemosional murid, keluarga, teman sebaya, sekolah. Disini kita akan lebih fokuskan pada murid itu sendiri saat kita membahas perkembangan diri dan moralitas anak.
1. Diri
Menurut dramawan Itali abad ke-20, mengatakan; saat anak mengatakan aku, maka yg mereka maksudkan adalah sesuatu yg unik, tidak tercampur dgn yg lain. Para psikolog menyebutnya dengan sebutan diri (self). Ada dua aspek terpenting dalam diri
1. Harga diri (self esteem) adalah pandangan keseluruhan individu ttg dirinya sendiri. Penghargaan kdg juga dinamakan martabat diri (self-worth) atau gambaran diri (self image).
Meningkatkan rasa harga diri anak . Hasil penelitian menyarankan empat kunci untuk meningkatkan rasa harga diri anak , (bednar, well dan Peterson, 1995, harter, 1999) yaitu;
2. Identitas Diri
aspek penting lain dari diri adalah identitas, peneliti dari kanada James Marcia, menganalisis konsep erik erikson ttg identitas dan menyimpulkan bahwa penting untuk membedakan antara eksplorasi dan komitmen. Ia juga mengemukakan empat jenis tipe identitas, antara lain;
Banyak ortu mengkhawatirkan kalau anak mereka tumbuh tanpa membawa nilai tradisional.
Perkembangan moral berkaitan dengan aturan antara konvensi ttg interaksi yg adil antar orang. Aturan ini dpt dikaji dalam tiga domain: kognitif, behavioral, dan emosional.
Teori Piaget (1932)
Piaget menarik perhatian banyak orang thd cara murid berpikir ttg moral. Ia secara ekstensif mengobservasi dan mewawancarai anak usia empat tahun sampai duabelas tahun. Dalam hai ini Piaget mengemukakan 2 (dua) tahap perkembanagan moral, yakni;
Lawrence Kohlberg (1986), seperti Piaget, ia mengatakan bahwa perkembangan moral terutama melibatkan penalaran (reasoning) moral dan berlangsung dalam tahapan-tahapan.
Kohlberg mengemukakan tiga level perkembangan moral yaitu:
1. Precoventional reasioning
2. Coventional reasioning
3. Postcoventional reasioning
Di bawah ini terdapat level dan tahapan perkembangan moral menurut kohlberg, disini ia menyusun teori perkembangan moral yg terdiri dari tiga level utama dan dua tahap pada setiap level.