ABNORMALITAS PERKEMBANGAN
PENDAHULUAN
Perkembangan psikologi merupakan suatu proses yang dinamis,
yang dalam proses tersebut sifat individu dan sifat lingkungan menentukan
tingkah laku apa yang akan menjadi actual dan terwujud. Bila
orangtua/pengasuh/pendidik memahami tentang prinsip-prinsip perkembangan, maka
diharapkan mereka akan:
pertama,
mengetahui
apa yang diharapkan dari anak, pada usia berapa kira-kira akan muncul berbagai
perilaku yang khas, dan kapan pola-pola perilaku tersebut akan digantikan oleh
pola perilaku yang lebih matang.
Kedua,
dapat
membimbing dan memberikan fasilitas pendukung dalam proses belajar anak secara
tepat.
Ketiga, mengetahui pola normal
perkembangan, sehingga memungkinkan orangtua/pengasuh/pendidik untuk membantu
anak memper-siapkan diri ketika proses perkembangan akan dialami.
PERKEMBANGAN ANAK
1. Prinsip-prinsip
Perkembangan (Hurlock):
a. Perkembangan awal lebih kritis dibanding sesudahnya
Proses
perkembangan bersifat berkesinambungan, dalam arti proses perkembangan yang
paling awal akan mempengaruhi proses perkembangan berikutnya, sehingga bila
terjadi gangguan di awal perkembangan, maka akan mempengaruhi proses
perkembangan berikutnya.
b. Perkembangan merupakan hasil proses kematangan dan belajar
Yang
dimaksud kematangan adalah karakteristik yang secara potensial telah ”dibawa”
individu sejak lahir, misalnya kemampuan merangkak, duduk, berjalan, berbicara,
membaca, menulis, dsb. Adapun arti belajar dalam konteks ini adalah perkembangan
yang berasal dari adanya latihan dan usaha. Melalui belajar anak memiliki
kesempatan untuk menggali potensi yang dimiliki, agar dapat teraktualisasikan
secara optimal.
c. Pola perkembangan dapat diramalkan
Setiap
spesies mengikuti pola perkembangan yang khas atas spesies tersebut (Hurlock,
1998). Pada manusia pola perkembangan fisiknya juga mengikuti hukum cephalocaudal
dan proximodistal, yaitu perkembangan yang menyebar ke seluruh tubuh dari
kepala sampai kaki, artinya perkembangan fisik individu selalu dimulai dari
kepala, kemudian ke bagian tubuh di bawahnya, hingga berakhir di kaki (cephalocaudal)
dan perkembangan bergerak dari sumbu/pusat tubuh menuju ke ujung-ujungnya,
artinya perkembangan fisik individu selalu dimulai dari pusat tubuh (badan)
menuju ke ujung-ujung badan (jari-jari) (proximodistal)..
d. Pola perkembangan memiliki karakteristik tertentu
Semua
anak akan mengikuti pola perkembangan yang sama dari satu tahap menuju tahap
berikutnya. Misalnya: bayi baru akan dapat berjalan, apabila sebelumnya telah
mampu duduk dan berdiri. Begitu juga pada anak yang berkebutuhan khusus, pada
usia-usia awal mereka akan mengalami perkembangan yang relatif sama dengan
anak-anak normal. Kemudian, pada proses yang lebih lanjut, anak-anak
berkebutuhan khusus ini akan menunjukkan adanya perbedaan, yaitu menunjukkan
kelambatan atau percepatan dalam perkembangan.
e. Terdapat individual defferences dalam perkembangan
Meski
pun pola perkembangan berlangsung sama pada semua anak, namun setiap anak akan
mengikuti pola dengan cara dan kecepatannya sendiri. Artinya sebagian besar
anak berkembang dengan lancar, bertahap, dan langkah demi langkah, namun ada
sebagian anak-anak lain yang berkembang dengan kecepatan lebih tinggi atau
lebih rendah. Selain itu ada pula anak-anak yang mengalami penyimpangan dalam
proses perkembangan. Oleh karenanya tidak semua anak dapat mencapai titik
perkembangan yang sama pada usia yang juga sama.
2. Perspektif Masa Hidup (Santrock, 2002):
a. Perkembangan adalah seumur hidup (life-long)
Tidak ada periode usia yang mendominasi
dalam perkembangan. Individu akan mengalami orientasi psikologis yang berbeda
di setiap periode yang dilalui. Perkembangan meliputi evolusi dan involusi yang
berinteraksi dalam cara yang dinamis sepanjang siklus kehidupan. Pada masa-masa
usia awal (masa bayi sampai dengan masa anak akhir), mereka lebih banyak
mengalami evolusi daripada involusi. Sebaliknya, pada masa-masa usia lanjut,
individu lebih banyak mengalami involusi daripada evolusi.
b. Perkembangan adalah multidimensi (multidimentional
)
Perkembangan terdiri atas dimensi biologis,
kognitif dan sosial. Kadang-kadang dalam satu dimensi terdapat banyak komponen,
misalnya inteligensi/kecerdasan, ada kecerdasan abstrak, kecerdasan verbal/non
verbal, kecerdasan sosial, dsb.
c. Perkembangan adalah multidireksional (multidirectional)
Beberapa dimensi/komponen mengalami
peningkatan kuantitas dan/atau kualitas (evolutif), sedangkan komponen yang
lain mengalami penurunan (involutif) dalam waktu yang hampir bersamaan,
misalnya: anak mengalami peningkatan dalam kemampuan kognitifnya, tetapi
mengalami penurunan kualitas dalam perilaku sosialnya, seperti: suka
membangkang/membantah, mau menang sendiri/egois, dsb.
d. Perkembangan adalah lentur (elastic)
Perkembangan tergantung pada kondisi
kehidupan individu sendiri, dengan berbagai alternatif yang dapat diambil untuk
mengatasi masalah-masalah/hambatan-hambatan yang dialami, misalnya: kemampuan
motorik, bahasa, dan sosial anak dapat dikembangkan melalui pelatihan/stimulasi
lingkungan. Anak yang hidup di lingkungan wisata dan banyak dikunjungi turis
manca negara, maka kemampuan berkomunikasi dengan orang asing akan lebih baik
daripada anak-anak yang hidup hanya di komunitasnya sendiri.
e. Perkembangan adalah melekat secara
kesejarahan (historically embedded)
Perkembangan dipengaruhi oleh situasi dan
kondisi saat anak lahir dan berkembang. Anak yang hidup pada masa perang, akan
mengalami perkembangan psikologis yang berbeda dengan anak yang lahir di masa
damai. Anak yang hidup pada masa kejayaan secara ekonomi (baik orangtua ataupun
negara), akan berbeda dengan anak yang hidup pada masa sulit.
f. Perkembangan dipelajari oleh sejumlah
disiplin ilmu (multidiscipline)
Perkembangan manusia dipelajari tidak hanya
oleh para ahli psikologi, melainkan juga sosiolog, antropolog, neurolog, dan
saintis lainnya (termasuk arsitek), untuk membuka misteri perkembangan manusia
sepanjang hidup.
g. Perkembangan adalah kontekstual (contextual)
Individu
secara terus menerus merespons dan bertindak berdasarkan konteks yang meliputi
biologis, lingkungan fisik, konteks sosial, kesejarahan, dan kebudayaan. Dalam
pandangan ini individu dilihat sebagai mahluk yang sedang berubah di dalam
dunia yang sedang berubah.
TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN MASA ANAK
Havighurst menyatakan bahwa setiap individu pada
fase-fase tertentu memiliki tugas-tugas perkembangan (developmental taks) yang
harus dilaksanakan. Tugas perkembangan adalah suatu tugas yang muncul pada
suatu periode usia tertentu dari kehidupan individu yang harus dilaksanakan. Apabila individu berhasil melaksanakannya, maka
akan muncul rasa bahagia dan akan membawa ke arah keberhasilan dalam
melaksanakan tugas-tugas berikutnya. Sebaliknya bila gagal akan menimbulkan
rasa tidak bahagia dan kesulitan dalam menghadapi tugas-tugas berikutnya.
Adapun tugas-tugas perkembangan masa anak
adalah sebagai berikut:
1. Mempelajari ketrampilan fisik
Masa anak adalah masa ketika potensi-potensi
fisik sedang mengalami perkembangan pesat. Dalam pelaksanaan tugas perkembangan
ini, dibutuhkan fasilitas lingkungan yang memadai untuk ruang gerak anak yang
semakin meluas.
2. Membangun sikap yang sehat mengenai
diri sendiri sebagai mahluk yang sedang tumbuh
Anak perlu dibantu untuk menyadari
pentingnya melaksanakan tugas perkembangan ini, agar perkembangan fisik dan
psikologisnya berlangsung optimal. Perlu diciptakan suasana yang kondusif agar
anak memiliki semangat yang tinggi untuk melaksanakan tugas perkembangan
tersebut, seperti suasana rumah yang bersih, rapi dan nyaman agar nafsu makan
anak optimal, dan aktivitas anak tidak terganggu.
3. Belajar menyesuaikan diri dengan
teman-teman seusianya
Anak adalah mahluk sosial yang membutuhkan
teman bermain untuk mengasah kompetensi sosialnya. Oleh karenanya perlu
diciptakan erea bermain yang memadai, dalam arti cukup luas, aman, nyaman dan masih
dalam pantauan orang dewasa.
4. Mulai mengembangkan peran sosial pria
atau wanita secara tepat
Anak adalah mahluk Tuhan yang masih memiliki
masa hidup panjang. Oleh karenanya mereka perlu belajar dan menguasai peran
sosial yang sesuai dengan jenis kelaminnya. Misalnya sebagai anak lelaki, apa
yang harus diperankan dimasyarakat. Sebagai anak perempuan, peran apa yang
paling sesuai untuk dilaksanakan. Dalam hal ini mereka membutuhkan ”model” yang
tepat dari orang-orang dewasa yang ada di sekitarnya.
5. Mengembangkan ketrampilan-ketrampilan
dasar untuk membaca, menulis, dan berhitung
Ketrampilan membaca, menulis dan berhitung
adalah ketrampilan dasar yang secara umum potensinya telah dimiliki anak sejak
dilahirkan. Untuk mengembangkannya anak membutuhkan pembimbing dan fasilitas
yang memadai untuk melaksanakan tugas ini. Tugas perkembangan dapat
dilaksanakan secara individual maupun kelompok.
6. Mengembangkan pengertian-pengertian
yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari
Sebagai mahluk sosial, anak perlu memiliki
pengertian dan pemahaman tentang kebiasaan dan nilai-nilai (moralitas)
masyarakat setempat. Tugas perkembangan ini perlu diberikan sedini mungkin,
terutama dalam mengantisipasi masuknya moralitas pendatang/orang lain.
7. Mengembangkan hati nurani, pengertian
moral, dan nilai
Tugas ini adalah kelanjutan dari tugas
sebelumnya. Anak perlu mengoptimalkan fungsi hati nurani, dalam rangka memahami
moralitas dan nilai-nilai di masyarakat yang kadang bersifat heterogen.
8. Mengembangkan sikap terhadap
kelompok-kelompok sosial
Anak hidup di masyarakat. Oleh karenanya
mereka perlu untuk belajar menyesuaikan diri dengan berbagai karakteristik
kelompok sosial, agar mereka mampu berperan secara optimal di masyarakat yang
lebih luas.
9. Mencapai kebebasan pribadi
Anak
bukan miniatur orang dewasa, oleh karenanya anak membutuhkan kebebasan pribadi
untuk mengaktualkan potensi-potensi yang dimilikinya secara optimal. Meski pun
demikian, bukan berarti anak harus diberi kebebasan mutlak, mereka tetap
membutuhkan bimbingan dari orang dewasa.
Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik bayi
dalam dua tahun pertama kehidupan sangatlah ekstensif. Pada saat lahir, bayi
memiliki kepala yang sangat besar bila dibandingkan dengan bagian tubuh yang
lain (1:3). Kepala ini bergerak terus menerus karena refleks. Selain refleks
pada kepala, bayi juga memiliki refleks-refleks lain, seperti: refleks mencari
(rooting reflex), refleks menghisap (sucking-reflex), refleks
peluk (moro-reflex), refleks menggenggam (grasping-reflex), dan
refleks genggam kaki (babinski-reflex). Refleks-refleks tersebut sangat
penting karena merupakan mekanisme pertahanan hidupnya. Biasanya
refleks-refleks tersebut akan menghilang ketika bayi berusia antara 3 – 4 bulan
(Santrock, 2002).
Berat
dan panjang badan bayi ketika dilahirkan berkisar antara 2,5-4,0 kg dan
45-55cm. (S,145). Perkembangan fisik mempunyai pengaruh langsung terhadap anak,
karena menentukan hal-hal yang dapat/tidak dapat dilakukan oleh anak.
Perkembangan
fisik meliputi penambahan tinggi dan berat badan, peningkatan kemampuan
psikomotorik, pertumbuhan otot-otot dan lemak tubuh. Perkembangan fisik ini
akan berpengaruh pada penampilan, koordinasi motorik, kualitas tingkah laku,
dan status kematangan anak. Kerusakan fisik yang dialami anak akan mempengaruhi
penyesuaian dirinya. Anak akan mengalami gangguan dalam bertingkah laku,
mendapatkan reaksi yang berbeda dari masyarakat sekitar, sehingga anak merasa
berbeda dengan anak-anak lain yang ada di sekitarnya.
Perkembangan
Kognitif
1.
Teori Piaget
Piaget memandang
inteligensi/kecerdasan sebagai suatu proses adaptif dan menekankan bahwa
adaptasi melibatkan fungsi intelektual. Menurut Piaget proses adaptasi adalah
keseimbangan antara kegiatan organisme dengan kegiatan lingkungannya. Dengan
demikian lingkungan dipandang sebagai suatu hal yang terus menerus mendorong
organisme untuk menyesuaikan diri terhadap situasi riil, sebaliknya organisme
secara konstan juga menghadapi lingkungannya sebagai suatu struktur yang
merupakan bagian dari dirinya. Piaget mengemukakan tentang adanya
tahapan/periodisasi dalam perkembangan kognitif individu. Adapun tahap-tahap/periode tersebut adalah:
1. Periode Sensori-Motor (0 – 2 tahun)
Merupakan periode/tahap pertama perkembangan
Piaget. Pada periode ini anak membangun pemahaman mengenai dunia ini dengan
mengkoordinasikan pengalaman sensoris (seperti melihat dan mendengar), dengan
tindakan fisik dan motorik. Pada tahap ini, inteligensi tidak bersifat
reflektif, artinya tidak terdapat suatu hal yang merupakan usaha untuk mengejar
atau memperoleh pengetahuan atau kebenaran, melainkan hanya mempersoalkan aspek
konkrit tentang dunia realitas. Pada masa ini satu kemampuan penting yang
dicapai anak adalah object permanence (permanensi objek), yaitu suatu
pemahaman bahwa objek/benda/ manusia tetap ”ada” meski pun tidak tampak.
2. Periode Pra-Operasional (2 – 7 tahun)
Pada periode ini anak mulai menjelaskan
dunia dengan kata-kata, gambar, dan lukisan. Meskipun demikian, menurut Piaget
anak masih belum mampu melakukan ”operasi” (istilah Piaget untuk
menggambarkan tindakan mental yang terinternalisasi, yang memungkinkan anak
melakukan secara mental apa yang sebelumnya hanya dapat dilakukan secara
fisik). Anak masih cenderung untuk memusatkan perhatian (centralized) pada
ciri-ciri yang paling menarik dari suatu stimulus, anak belum dapat merenungkan
dan mengintegrasikan berbagai karakteristik stimulus. Selain itu anak juga
belum mampu melakukan penalaran secara rasional.
3. Periode Operasional Konkret (7 – 11
tahun)
Pada periode ini anak dapat melakukan
”operasi”, dan penalaran logis menggantikan pikiran intuitif, selama penalaran
dapat diterapkan pada contoh khusus dan konkret. Pada tahap ini prinsip
konservasi (bahwa suatu benda, meskipun ditransformasikan dengan cara yang
berbeda, benda-benda tersebut tetaplah sama), merupakan ciri penting dalam
pemikiran anak-anak. Anak pada masa ini menghadapi orang lain secara rasional.
Mereka mulai mengerti dan bahkan merumuskan aturan-aturan logis. Komunikasi anak-anak
dengan orang lain menjadi semakin tidak egosentris dan lebih bersifat sosial.
4. Periode Operasional Formal (11 – dst)
Pada periode ini individu telah melampaui
pengalaman konkret dan mampu berpikir abstrak dan logis. Pada tahap ini, kadang
remaja menciptakan bayangan situasi ideal yang diinginkan, seperti orangtua
yang ideal, lingkungan yang ideal, masyarakat yang juga ideal, kemudian,
bayangan ideal tersebut dibandingkan dengan apa yang ditemuinya dalam kehidupan
nyata. Mereka juga mulai mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan masa depan
yang akan disongsong/dihadapi, serta akan menjadi apa dirinya kelak. Dalam
pemecahan masalah, mereka sudah lebih sistematis, mengembangkan hipotesis
mengenai mengapa sesuatu terjadi dengan cara tertentu, kemudian menguji
hipotesis ini dengan cara deduktif. Dengan demikian pemikiran operasional
formal ditandai dengan kenyataan bahwa pada dasarnya pemikiran itu bersifat
proporsional dan hipotetiko-deduktif.
2. Teori Vygotsky
Menurut Vygotsky, anak secara aktif
menciptakan pengalaman mereka sendiri. Vygotsky memberikan peran yang lebih
penting pada interaksi sosial dan budaya dalam perkembangan kognitif anak.
Dengan kata lain, perkembangan kognitif anak sebagai sesuatu yang tidak
terpisahkan dari aktivitas sosial dan budaya. Vygotsky percaya bahwa
perkembangan ingatan/memori, atensi, dan penalaran, mencakup belajar
menggunakan penemuan masyarakat seperti bahasa, sistem matematis, dan strategi
ingatan. Menurut teori ini, pengetahuan tidak dihasilkan dari dalam diri
individu, melainkan dibangun melalui interaksi dengan orang lain dan benda
budaya, seperti buku. Ini menunjukkan bahwa pemahaman dapat ditingkatkan
melalui interaksi dengan orang lain dalam aktivitas yang kooperatif (Santrock,
2002 dan 2008).
Lebih lanjut Vygotsky (Santrock, 2002 dan
2008) menegaskan bahwa secara aktif anak-anak menyusun pengetahuan dan
mengembangkan konsep-konsep mereka secara sistematis, logis dan rasional yang
diperoleh dari koneksi-koneksi sosial dengan orang lain yang kompeten. Jadi
dalam teori Vygotsky orang lain dan bahasa, memegang peranan penting dalam
perkembangan kognitif anak. Interaksi sosial anak dengan orang dewasa yang
lebih terampil dan teman sebaya, akan meningkatkan perkembangan kognitifnya.
Melalui interaksi ini pula anggota masyarakat yang kurang terampil dapat
belajar dari anggota masyarakat lain untuk beradaptasi dan berhasil di
masyarakat yang lebih luas.
3. Teori Howard Gardner
Howard Gardner menyatakan bahwa kecerdasan
adalah bahasa-bahasa yang dibicarakan oleh semua orang dan sebagian dipengaruhi
oleh kebudayaan dimana ia dilahirkan. Kecerdasan juga merupakan alat untuk
belajar, menyelesaikan masalah, dan menciptakan semua hal yang bisa digunakan
manusia.
Setiap individu memiliki sembilan ( 9 )
jenis kecerdasan yang berbeda-beda dan menggunakannya dengan cara-cara yang
sangat personal. Pembatasan pada program pendidikan yang hanya memfokuskan diri
pada kecerdasan linguistic dan matematis, telah meminimalisir arti penting bentuk-bentuk
potensi lain yang dimiliki individu. Sembilan kecerdasan manusia menurut
Gardner adalah sebagai berikut:
1. Linguistic intelligence (kecerdasan linguistik)
Yaitu kemampuan untuk berpikir dalam bentuk
kata-kata dan menggunakan bahasa untuk mengekspresikan dan menghargai makna
yang kompleks. Para pengarang, penyair, jurnalis, pembicara, dan penyiar
berita, memiliki tingkat kecerdasan lingu-istic yang tinggi.
2. Logical-mathematical intelligence (kecerdasan
logika-matematika)
Merupakan kemampuan dalam menghitung,
mengukur, dan mempertimbangkan propo-sisi dan hipotesis, serta menyelesaikan
operasi-operasi matematis. Para ilmuwan, ahli matematika, akuntan, insinyur,
pro-grammer komputer, mereka memiliki ke-cerdasan logika-matematika yang kuat.
3. Spatial intelligence (kecerdasan
spasial)
Yaitu kemampuan individu untuk
mem-bangkitkan kapasitasnya dalam berpikir tiga dimensi. Biasanya dimiliki oleh
pelaut, pilot, pemahat, pelukis dan arsitek. Mereka mampu merasakan bayangan
eksternal dan internal, melukiskan kembali, meng-ubah, memodifikasi bayangan,
mengemudi-kan diri sendiri dan objek melalui ruangan, dan menghasilkan atau
menguraikan infor-masi grafik.
4. Bodily-kinesthetic intelligence (kecerdasan
kinestetik-tubuh)
Individu yang memiliki kemampuan ini
memungkinkannya untuk menggerakkan objek dan ketrampilan-ketrampilan fisik yang
halus. Potensi ini biasanya dimiliki oleh para atlit, penari, ahli bedah, dan
seniman yang memiliki ketrampilan teknik
5. Musical intelligence (kecerdasan
musik)
Individu yang kecerdasan musiknya tinggi
memiliki sensitivitas pada pola titinada, melodi, ritme dan nada. Mereka yang
memiliki kecerdasan ini antara lain: composer, konduktor, musisi,
kritikus, pembuat alat musik, dan juga pendengar musik yang sensitive.
6. Interpersonal intelligence (kecerdasan
interpersonal)
Merupakan kemampuan untuk memahami dan
berinteraksi dengan orang lain secara efektif. Hal ini terlihat pada guru,
pekerja sosial, artis, dan politisi yang sukses.
7. Intrapersonal intelligence (kecerdasan
intrapersonal)
Adalah kemampuan untuk membuat persepsi yang
akurat tentang diri sendiri dan menggunakan pengetahuan semacam itu dalam
merencanakan dan mengarahkan kehidupan seseorang. Potensi ini biasanya nampak
pada: agamawan, ahli psikologi (psikolog), dan ahli filsafat (filosof).
8. Naturalist Intelligence (Kecerdasan
Naturalis), adalah kemampuan untuk mengenali,
membedakan, menggolongkan, dan membuat kategori terhadap apa yang dijumpai di
lingkungan sekitar maupun alam semesta. Inti dari kecerdas-an ini adalah
kemampuan individu utk mengenali secara detail benda2 buatan manusia (perangko,
perhiasan, sepatu, mobil, pesawat, dll) maupun benda/mahluk di alam semesta
(tanaman, hewan, batu dan bagian lain dari alam semesta).
9.
Existence Intelligence (Kecerdasan Eksistensial), yaitu
kecerdasan yang berhubungan dengan kapasitas atau kemampuan untuk berpikir
kosmis atau hal-hal yang berhubungan dengan keberadaan, mulai dari
keberadaan dan tujuan manusia di alam semesta, hingga pada sifat kehidupan itu
sendiri, seperti kebahagiaan, tragedi, penderitaan, hidup, mati, dan kemana
manusia setelah mati.
Perkembangan
Emosi
Emosi adalah perasaan
atau afeksi yang timbul ketika seseorang sedang berada pada suatu keadaan atau
suatu interaksi yang dianggap penting olehnya, terutama well-being dirinya
(Campos dan Saarni, dkk, dalam Santrock, 2008). Pola perkembangan emosi dipengaruhi
oleh faktor herediter, lingkungan, dan kondisi kesehatan anak. Pola emosi masa
anak menunjukkan kecenderungan untuk tetap bertahan hingga masa dewasa, kecuali
anak mengalami perubahan situasi yang radikal, baik lingkungan (hubungan
personal-sosial) maupun kesehatan fisik (Santrock, 2002, dan Thompson &
Lagattuta, dalam McCartney & Phillips, 2008).
Untuk mencapai kematangan
emosi perlu adanya pelatihan dan pembiasaan untuk menyeimbangkan dan
mengendalikan emosi. Yang dimaksud dengan mengendalikan emosi adalah
mengarahkan energi emosi ke dalam saluran ekspresi yang berguna dan dapat
diterima secara sosial (Hurlock, 1991,1996; Soemantri, 2005; Santrock, 2008).
Emosi memainkan peranan
yang sangat penting dalam perkembangan anak, antara lain (Hurlock, 1991,
Soemantri, 2005, Santrock, 2008):
1.
Emosi menimbulkan kesenangan
terhadap pengalaman sehari-hari (after effect: efek yang dirasakan anak
sesudah mengalami suatu kejadian).
2.
Emosi mempersiapkan tubuh anak
untuk memberikan reaksi-reaksi fisiologis yang menyertai emosi yang dialami.
3.
Ketegangan emosi menyebabkan
terganggunya ketrampilan motorik, misalnya: anak menjadi gugup, gagap, dsb.
4.
Emosi juga dapat berperan
sebagai bentuk komunikasi. Artinya ketika seorang anak menunjukkan emosinya
melalui ekspresi maupun reaksi-reaksi fisik, maka disitu anak menyampaikan
perasaannya kepada orang lain.
5.
Emosi merupakan sumber
penilaian sosial dan penilaian diri. Cara individu mengekspresikan emosinya
akan mempengaruhi penilaian sosial yang pada gilirannya akan mempengaruhi
penilaian diri.
6.
Emosi mempengaruhi aktivitas
mental secara umum. Ketika seseorang mengalami kondisi emosi yang tidak
menyenangkan, maka sangat memungkinkan akan terjadi penurunan prestasi, begitu
juga sebaliknya.
7.
Emosi mempengaruhi pandangan
seseorang terhadap kehidupan. Bila seorang anak lebih sering mengalami emosi
yang menyenangkan (misalnya: affection, happiness, dll), maka pandangan
anak tentang kehidupan positif, sehingga hal ini dapat mempengaruhi kemampuan
penyesuaian diri/kemampuan untuk berinter-aksi dengan orang lain.
8.
Respon emosional yang terus
menerus akan menjadi kebiasaan/habit. ekspresi emosi yang dilakukan
berulang-ulang, akan menjadi kebiasaan anak.
9.
Emosi membekas pada ekspresi
wajah dan mewarnai tingkah laku seseorang. Ketika seseorang mengalami emosi
gembira, maka kondisi tersebut akan terpancar pada ekspresi wajahnya.
10. Emosi mempengaruhi iklim psikologis lingkungan sekelilingnya.
Apabila dalam suatu keluarga terdapat anak yang temper-tantrum, maka
kondisi tersebut dapat mempengaruhi suasana keluarga.
Abnormalitas Perkembangan
Perkembangan dilukiskan sebagai
proses yang dinamis, oleh karena itu jika terjadi ketidak-dinamisan
perkembangan maka terjadi gangguan perkembangan. Gangguan perkembangan ini
sering disebut sebagai kecacatan atau handicap. Kecacatan dapat berupa cacat
fisik, cacat motorik, cacat sosial, cacat mental dan sebagainya. Tidak jarang
kecacatan ini dianggap sebagai hukuman atas kesalahan-kesalahan orang tua pada
masa lalu. Misalnya anak yang lahir tangannya tidak tumbuh sempurna dihubungkan
dengan dosa orang tua pernah mencelakai orang lain dengan memotong tangannya
pada saat istrinya hamil.
Perkembangan abnormal tidak hanya
mencakup gangguan perkembangan saja. Perkembangan abnormal juga berkaitan
dengan perkembangan yang lebih cepat atau lebih bagus dari pada rata-rata.
Misalnya anak yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata atau disebut anak
berbakat.
Terhadap penderita gangguan
perkembangan atau penderita cacat, PBB mempunyai perhatian khusus hingga
dikeluarkannya “Declaration of the Righ
of Child ” dimana pada pasal 5 berbunyi: “The Child who is phisically,
mentally or socially handicaped shall be given the special treatment, education
and care required by his particularly condition.”Perhatian yang sungguh-sungguh
ini juga dibuktikan dengan dideklarasikannya “The Right of the Mentally
Handicaped” pada tahun 1971 dan “The Right of Dissabled Person” pada tahun
1975.
Gangguan perkembangan tidaklah
terbatas pada kecacatan (handicap). Definisi gangguan yang lebih luas
menyangkut pula gangguan perilaku yang lain seperti penyalahgunaan obat (drug
abuse) pada remaja dan orang dewasa. Gangguan perkembangan yang akan
dibicarakan disini meliputi gangguan fisik dan psikomotorik, gangguan fungsi
intelektual dan gangguan yang nampak pada perilaku psikososial dan moral yang
dicakup dalam pengertian deviansi.
Etiologi
Faktor-faktor
yang mempengaruhi perkembangan abnormalitas
1. Faktor
keturunan (hereditas)
Bawaan dari turunan/orang tua
2. Faktor
sebelum lahir (prenatal)
- Ketika dalam kandungan keracunan,
kekurangan gizi, terkena infeksi.
- Waktu hamil ibunya penderita penyakit
kronis, dan lain-lain
3. Faktor ketika lahir (natal)
- Persalinan yang lama sehingga
kehabisan cairan
- Persalinan dibantu dengan alat (syaraf
terganggu)
4. Faktor sesudah lahir (post natal)
- Karena sakit, kecelakaan atau karena
salah obat
- Trauma , bencana alam