Wednesday 25 June 2014

Tugas Presentasi Psikologi Lanjut Usia


DEATH & DYING
(KEMATIAN DAN SEKARAT)
CINDY (113310057)
FERISA (113310053)
HARRY (113310074)
SELLYANA (113310073)
RATNA (113310070)
ROSE DIANA GOZALI (113310061)
WILLY(113310060)
TJUNG TECK (113310095  )
KETAKUTAN KEMATIAN (DEATH ANXIETY)
Wanita mempunyai pemikiran tentang kematian lebih sering daripada pria.
Kematian adalah saat dimana kita melawan hidup hingga ke bagian terpentingnya. Itu merupakan waktu untuk bertemu dengan Tuhan, bersatu dengan yang dicintai yang telah pergi duluan (Ross and Pollio, 1991).
Prediksi akan kecemasan kematian
Penyakit yang mengancam jiwa. Ketika kita berpikir akan yakinnya peningkatan kecemasan, hal yang pertama muncul di pikiran adalah penyakit yang serius. Orang-orang dengan penyakit yang mengancam nyawa tentunya lebih khawatir tentang kematian daripada orang dewasa yang sehat.
Orang-orang menghadapi penyakit mematikan mengalami berbagai macam emosi dari ketenangan  ke depresi ke harapan. Kecemasan kematian bervariasi sebagai fungsi dari kepribadian secara keseluruhan, baik orang tersebut biasanya khawatir ataupun tidak. (Hintze, Templer, Cappelletty, dan Frederick, 1993).
Orang-orang yang lebih tua mungkin tidak mau mengakui ketakutan pada diri mereka sendiri. Sebagaimana yang kita lihat pada penelitian akan kecemasan kematian para penderita HIV positif, penyangkalan kerap terjadi pada ujung dari masa hidup mereka, melindungi dirinya secara emosional akan fakta bahwa hidup mereka hanya dalam hitungan tahun dan bulan.
Dalam sebuah penelitian, peneliti memberikan tiga tes akan kecemasan kematian bervariasi dari laporan sendiri untuk ketakutan dari orang dewasa dengan berbagai usia (Feifel dan Branscomb, 1973). Ketika ditanya, banyak orang menyangkal bahwa mereka takut akan kematian. Ketika diinstruksikan untuk mengkhayal, imajinasi mereka menunjukkan keragu-raguan. Pada skala akhir, sebuah tes hubungan kata, jawaban mereka menunjukkan ketakutan yang jelas. Terlebih lagi, ketika pada tes terhadap kecemasan yang lebih jelas, yang lebih tua terhitung lebih sedikit rasa takut.
KEYAKINAN AGAMA
Banyak penelitian yang mengemukakan bahwa orang yang religius melaporkan ketakutan mereka sendiri dan kematian orang yang mereka cintai berkurang. (Powell dan Thorson, 1991; Smith, Range dan Ulmer, 1991-1992). Orang yang religius lebih suka mengartikan kematian sebagai kondisi yang positif, sebagaipintu gerbangdaripadadinding” (Ross dan Pollio, 1991; Westman dan Brackney, 1990).
Di pihak lain, tidak semua penelitian mengungkapkan bahwa orang yang religuis memiliki skor terendah akan kecemasan tentang kematian.
TINGKATAN KEMATIAN KUBLER ROSS; DESKRIPSI DAN KRITIK
Saat menjadi psikiater di rumah sakit umum pada tahun 1960, Kubler Ross menjadi percaya bahwa pekerja medis mengabaikan keperluan emosional dari pasien terminal. Sebagai bagian dari seminar murid medis, dia mendapatkan kesempatan untuk mewawancarai pasien sekarat. Selama pekerja medis berada di sana, orang yang diwawancarai memiliki respon yang berbeda. Banyak yang dengan santai berbicara terbuka. Fakta dari Kubler Ross diterbitkan dalam sebuah buku berjudul On Death and Dying bahwa komunikasi sangat penting.
Kubler Ross (1969) percaya bahwa proses manusia terdiri dari 5 tingkat untuk menerima kematian: penyangkalan, kemarahan, penawaran, depresi dan penerimaan.
Ketika orang mendengar diagnosisnya untuk pertama kalinya, responnya adalah “Pasti terjadi sebuah kesalahan.” Penyangkalan akan didampingi dengan mencari bukti yang bertentangan, mengunjungi spesialis untuk diagnosis yang berbeda, diagnosis yang baru, yang lebih positif dalam melihat tes. Ketika upaya ini gagal, penyangkalan berlanjut kepada kemarahan.
Kemarahan. Pada tahap ini, orang akan memukul-mukul, meratapi nasib, menyusuri orang yang ia cintai.
Tawar menawar. Pada tahap ini, orang akan memohon untuk tambahan waktu, menjanjikan untuk menjadi “baik” jika kematian dapat diperlambat, menawarkan kesepakatan dengan Tuhan.
Ketika reaksi penawaran mereda, reaksi ini akan digantikan dengan tahap ke empat, yaitu depresi. Lalu, respon ini dilanjutkan dengan penerimaan. Sejalannya waktu, orangnya akan mulai lemah, bukan sedih, marah, atau depresi.
COPING AND LONGEVITY
Setiap orang berbeda-beda dalam mengatasi penyakit yang mengancam jiwa, perbedaan tersebut juga beralasan bagi setiap orang. Seperti Kim, dari hasil wawancara, dia mencoba untuk memberikan arti penyakit mereka dengan membantu orang lain atau untuk memaksimalkan waktu untuk menjadi lebih dekat dengan orang yang dicintai sebelum dia meninggalkan mereka. dan ada beberapa yang  lain menjadi lumpuh karena depresi karena kecemasan (Hilton, 1975).
Menindak lanjuti  pasien yang terkena kanker, Avery Weismen dan William Worden (1975) menemukan bahwa orang-orang yang hidup lebih lama dari yang diharapkan berdasarkan tingkat keparahan penyakit yang mereka punya, mereka mempertahankan hubungan yang  responsif dengan orang lain, terutama pada fase akhir dari penyakit mereka. Mereka lebih tegas dalam menunjukkan "semangat juang" yang lebih daripada mereka yang meninggal lebih awal.
Empat tugas perhatian yang kita harapkan ketika kita sakit parah ;
Kita ingin meminimalisir tekanan fisik, untuk menjadi bebas dan mengurangi rasa sakit
Kita ingin memaksimalkan keamanan psikologis, untuk mengurangi rasa takut, kecemasan dan merasa mengendalikan bagaimana kita mati
Kita ingin meningkatkan hubungan sosial yang bermakna, untuk menjadi sedekat mungkin dengan orang yang paling kita sayangi
Kita ingin mengembangkan spiritualitas dan memaknai bahwa ada integritas dan tujuan hidup kita.
Penyedia layanan kesehatan
Ketika para peneliti mengeksplorasi kecemasan kematian di antara internis, ahli bedah, dan psikiater yang bervariasi dalam usia dan tahun praktek, mereka menemukan bahwa, terlepas dari spesialisasi, dokter baru yang baru memulai yang paling diteror oleh kematian (Kane dan Hogan, 1985-1986). Sebuah penelitian juga membandingkan perawat juga menunjukkan bahwa perawat yang lebih berpengalaman akan cenderung melihat kematian dengan positif, seperti damai atau pembebasan. Para dokter muda lebih sering melihatnya sebagai bencana, peristiwa mengerikan (Brent, Speece, Gates dan Kaul 1992-1993; Campbell, Abernarthy, dan Waterhouse 1983).
APLIKASI DAN INTERVENSI
Anggota rumah sakit yang terampil dalam tehnik dapat meminimalkan ketidaknyamanan fisik dan dilatih dalam menyediakan lingkungan yang mendukung fisiologisnya, salah satu yang menjamin pasien dan anggota keluarga bahwa mereka tidak akan ditinggalkan dalam menghadapi kondisi yang mendekati kematian (Cohen, 1979; Rossman, 1977).
Mereka dapat menggunakan tehnik-tehnik psikologis untuk mengurangi rasa sakit, seperti mengajar orang untuk mengalihkan fokus dari ketidaknyamanannya secara mental, menekankan kegiatan yang menyenangkan, dan melatih keluarga untuk menghindari ekspresi kecemasan yang meningkatkan rasa sakit
PERINGATAN TERHADAP YANG SEKARAT DI RUMAH
Rumah sakit dapat menawarkan ketenangan yang tidak biasa kepada orang yang sedang kritis dan seseorang yang dikasihi, mengijinkan keluarga memberikan suatu ungkapan kasih sayang yang terakhir.
Sebagian besar orang Amerika merasa meninggal di rumah adalah yang terbaik.Di rumah sakit, perawatan jasmani dilakukan secara rutinitas dan adil. Di rumah, orang merasa terbebani dari anggota keluarga yang peduli terhadap kebutuhan fisiknya. Pasien mungkin ingin membagi waktu luang mereka dengan orang yang mereka cintai; mereka mungkin ingin waktu sendiri untuk menangis, untuk melampiaskan amarahnya, penderitaan dan sakit. Di dalam rumah sakit, terdapat kesempatan untuk mengungkapkan emosi secara pribadi. Di rumah, jam berkunjung tak henti-hentinya ; pasien merasa terpaksa untuk melakukannya dengan cara tertentu.
Memanusiakan Perawatan di Rumah Sakit
Terkadang pasien dilepaskan dari alat intensif saat mereka akan meninggal. Mereka dilepas dari mesin dan diberikan waktu yang tidak terbatas untuk bersama keluarga selama jam-jam terakhir mereka. Administrasi rumah sakit secara rutin merubah peraturan waktu berkunjung di hari terakhir seseorang. Sebagai contoh, seorang istri diijinkan tidur di kamar suaminya dan seorang anak dapat berkunjung setiap waktu (Kastenbaum, 1976-1977; Rando, 1984).
Untuk satu hal, hanya sebagian kecil orang, bahkan orang-orang dengan penyakit yang mengancam jiwa, mengambil langkah pengajuan secara tertulis secara langsung. Orang-orang secara alami enggan untuk menghadapi ketidakmampuan masa depan mereka sendiri dan kematian (Sachs, 1994). Hanya sekitar 40% orang Amerika memiliki wasiat!
Dalam budaya tradisional Cina, misalnya, setiap pembicaraan tentang kematian adalah hal yang tabu (Dubler, 1994).
Contoh Wasiat
  saya akan ____________________, dengan sengaja dan sukarela memberitahukan keinginan saya bahwa kematian saya tidak akan berkepanjangan dalam situasi yang ditetapkan di bawah, dan dengan ini menyatakan :
  Jika suatu waktu waktu saya harus menjalani kondisi sekarat dan dokter yang merawat saya telah menentukan tidak ada harapan medis dari pemulihan dan dimana, sebagai probabilitas medis, akan mengakibatkan, kematian, terlepas dari penggunaan atau penghentian pengobatan medial yang dilaksanakan untuk tujuan mempertahankan hidup, atau proses kehidupan, saya memerintahkan agar perawatan medis ditahan atau ditarik, dan bahwa saya diizinkan untuk mati secara alami dengan hanya pemberian obat atau kinerja dari setiap prosedur medis yang dianggap perlu untuk memberikan saya hati yang nyaman atau untuk mengurangi rasa sakit.
  MAKANAN DAN CAIRAN ARTIFISIAL YANG DISEDIAKAN: Dengan memeriksa baris yang sesuai di bawah ini, saya secara khusus;
  _______   memberikan kuasa pemotongan atau menarik penyediaan makanan, air, atau makanan lain atau cairan lain secara artifisial.
  ________ TIDAK BOLEH mengotorisasi pemotongan atau penarikan penyediaan makanan, air, atau makanan atau cairan lainnya secara artifisial.
  Ini adalah halaman pertama dari
  Wasiat Hidup Saya
Dokter Bunuh diri yang dibantu
Seperti yang kita lihat, dokter diwajibkan oleh hukum untuk menghormati pasien yang ingin menolak memperpanjang hidup pengobatan, meskipun penolakan ini mungkin mempercepat kematian. Namun, sampai tulisan ini dikeluarkan, kebanyakan Negara adalah melanggar hukum untuk secara aktif melakukan intervensi untuk membantu orang yang telah meminta untuk mati. Seperti Bernard Gert, James Bernat, dan Peter Mogielnicki (1994) tunjukkan, perbedaan antara mematuhi penolakan dan secara aktif membantu dalam permintaan. Pasien memiliki kebebasan untuk diizinkan untuk mati. Dokter dilarang melakukan intervensi yang mengakhiri kehidupan seseorang.
Pembunuhan jenis ini melanggar prinsip agama bahwa hanya Tuhan yang dapat memberi atau mengambil kehidupan. Inilah sebabnya meskipun survei menunjukkan dukungan publik yang luas untuk melegalkan bunuh diri yang dibantu dokter (Morrison dan Meier, 1994), orang-orang yang sangat religious, mereka yang merupakan bagian dari hak untuk gerakan hidup, dan mereka yang percaya pada kehidupan setelah kematian adalah yang paling benci menerima langkah ini dalam penentuan diri dari kematian. Terlepas dari pertimbangan agama, ada juga argumen lain terhadap praktek tersebut.
Dengan menyetujui dokter-bunuh diri yang dibantu, kritikus khawatir bahwa kita mungkin membuka gerbang untuk euthanasia sukarela, memungkinkan dokter untukmenarik stekerpada orang-orang yang mungkin tidak benar-benar ingin mati. Bahkan ketika permintaan orang membantu mengakhiri hidupnya, ada masalah. Ia mungkin tidak benar-benar sakit parah, ia mungkin telah salah didiagnosis atau mungkin masih memiliki waktu bertahun-tahun untuk menjalani sisa kehidupan yang produktif. Sebagai Psikiater, Herbert Hendlin (1994) menunjukkan, dengan membantu seseorang mati, seseorang melakukan suatu tindakan yang tidak dapat dibatalkan berdasarkan apa yang bisa menjadi perasaan sementara. Orang-orang yang bunuh diri sering tertekan. Jika depresi diobati individu, individu mungkin merasa sangat berbeda dengan mengakhiri hidupnya. Dalam mendukung pandangannya, Hendlin menulis sebuah kasus anak muda berumur 30an didiagnosa leukemia dan mempunyai 25% kesempatan untuk selamat. Takut mengalami efek samping dari pengobatan, dia memohon rekannya untuk membunuh dirinya.
Orang-orang yang sekarat sering sakit parah, penderitaan yang kadang-kadang tidak dapat sepenuhnya dikendalikan oleh obat-obatan. Haruskah pasien ini dipaksa untuk enggan menahan rasa sakit dan penghinaan tentang kematian ketika dokter memiliki alat untuk mengakhiri hidup? Mengetahui penderitaan bahwa penyakit mematikan dapat menjadi penyebab, apakah benar-benar manusiawi untuk berdiri dan membiarkan alam mengambil jalannya secara bertahap (Morrison dan Meyer, 1994)? Apakah pelegalan bunuh diri yang dibantu oleh dokter menuju penentuan nasib sendiri atau kebalikannya, awal dari sebuah lereng licin” yang mungkin berakhir dalam sanksi membunuh siapa saja yang kualitas hidupnya terganggu?
Callahan (1994), merincikan prinsip-prinsip berikut dalam apa yang ia sebut pendekatan siklus hidup perawatan medis
1. Setelah seseorang telah menjalani rentang kehidupannya secara alami, perawatan medis seharusnya tidak lagi berorientasi untuk melawan kematian.
2. Penyediaan perawatan medis bagi mereka yang telah menjalani jangka hidup yang normal akan dibatasi pada saat menghilangkan penderitaan.
3. Keberadaan teknologi medis mampu memperpanjang kehidupan orang tua yang telah menjalani jangka hidup alami dan tidak menimbulkan anggapan apapun bahwa teknologi harus digunakan untuk tujuan itu.

Yudisium mahasiwa UNPRI pada tgl 18 september 2016

Acara pelepasan wisudawan dan wisudawati psikologi S1 angkatan ke 5 Yudisium mahasiwa Unpri jurusan psikologi, kegiatan ini juga akan ...