Attention
Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) Pada Anak
Oleh :
Tjung teck, CH
Tjung teck, CH
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
Medan
2014
Attention Deficit Hyperactivity
Disorder (ADHD) Pada Anak
I.
Pengertian dan Sejarah
Singkat ADHD
ADHD merupkan kependekan dari attention
deficit hyperactivity disorder, (Attention = perhatian, Deficit = berkurang,
Hyperactivity = hiperaktif, dan Disorder = gangguan). Atau dalam
bahasa Indonesia, ADHD berarti gangguan pemusatan perhatian disertai
hiperaktif.
Sebelumnya, pernah ada istilah ADD,
kependekan dari attention deficit disorder yang berarti gangguan
pemusatan perhatian. Pada saat ditambahkan 'hiper-activity/hiper-aktif’
penulisan istilahnya menjadi beragam. Ada yang ditulis ADHD, AD-HD, ada pula
yang menulis ADD/H. Tetapi, sebenarnya dari tiga jenis penulisan istilah itu,
maksudnya sama.
Istilah ini merupakan istilah yang
sering muncul pada dunia medis yang belakangan ini gencar pula diperbincangkan
dalam dunia pendidikan dan psikologi. lstilah ini memberikan gambaran tentang
suatu kondisi medis yang disahkan secara internasional mencakup disfungsi otak,
di mana individu mengalami kesulitan dalam mengendalikan impuls, menghambat
perilaku, dan tidak mendukung rentang perhatian atau rentang perhatian mudah teralihkan.
Jika hal ini terjadi pada seorang anak dapat menyebabkan berbagai kesulitan
belajar, kesulitan berperilaku, kesulitan sosial, dan kesulitan-kesulitan lain
yang kait-mengait.
Jadi, jika didefinisikan, secara
umum ADHD menjelaskan kondisi anak-anak yang memperlihatkan simtom-simtom (ciri
atau gejala) kurang konsentrasi, hiperaktif,dan impulsif yang dapat menyebabkan
ketidakseimbangan sebagian besar aktivitas hidup mereka.
Kenyataannya, ADHD ini tidak selalu
disertai dengan gangguan hiperaktif. Oleh karena itu, makna istilah ADHD di
Indonesia, lazimnya diterjemahkan menjadi Gangguan Pemusatan Perhatian
dengan/tanpa Hiperaktif (GPP/H). Anak yang mengalami ADHD atau GPP/H kerap kali
tumpang tindih dengan kondisi-kondisi lainnya, seperti disleksia (dyslexia),
dispraksia (dyspraxsia), gangguan menentang dan melawan (oppositional
defiant disorderlODD). Selanjutnya pada tulisan ini akan digunakan istilah
ADHD.
ADHD
merupakan suatu kelainan perkembangan yang terjadi pada masa anak dan dapat
berlangsung sampai masa remaja. Gangguan perkembangan tersebut berbentuk suatu
spectrum, sehingga tingkat kesulitannya akan berbeda dari satu anak dengan anak
yang lainnya. Dalam kaitannya dengan pengertian ADHD ini, sekilas dapat dilihat
dari perjalanan ditemukannya gangguan ini.
Istilah ADHD cenderung belum dikenal
secara luas dan mungkin merupakan istilah baru, tetapi anak yang memperlihatkan
perilaku over aktif dan tidak terkendali telah terjadi sejak lama. Pada
1845, Heinrich Hoffman, seorang neurolog,untuk pertama kalinya menulis
mengenai perilaku yang kemudian dikenal dengan hiperaktif dalam buku 'cerita
anak' karangannya.150 tahun berikutnya, kejadian perilaku serupa diperlihatkan
oleh seorang anak di Chicago, namanya Dusty. Meskipun terpisah waktu selama 150
tahun, simtom atau ciri yang mereka perlihatkan adalah serupa, yaitu simtom
primer ADHD. Ada tiga jenis simtom, yaitu anak tidak konsentrasi dengan ciri
tidak fokus terhadap ajakan; hiperaktif dengan ciri tidak pernah mau diam alias
terus bergerak; dan impulsif dengan ciri bertindak tanpa berpikir.
Dalam literatur lain dijelaskan,
ADHD pertama kali ditemukan pada 1902 oleh seorang dokter Inggris, Profesor George
F. Still, di dalam penelitiannya terhadap sekelompok anak yang menunjukkan
suatu "ketidakmampuan abnormal untuk memusatkan perhatian, gelisah, dan
resah'." la menemukan, bahwa anak-anak tersebut memiliki kekurangan yang
serius 'dalam hal kemauan' yang berasal dari bawaan biologis. Anggapannya,
bahwa gangguan tersebut disebabkan oleh sesuatu 'di dalam' diri anak dan bukan
karena faktor-faktor lingkungan.
Pendapat lain menyatakan, bahwa ADHD
disebabkan oleh epidemi encephalitis (peradangan otak) yang menyebar ke
seluruh dunia yang terjadi sejak 1917-1926. Bagi banyak anak yang bertahan
hidup, hal itu dapat menimbulkan berbagai masalah perilaku, termasuk mudah
marah, perhatian yang lemah,dan hiperaktif. Anak-anak yang mengalami trauma
kelahiran, luka di bagian otak, atau mengalami keracunan memperlihatkan masalah
tingkah lakua yang diberi nama 'brain injured child syndrome' yang
terkadang dikaitkan dengan terbelakang mental.
Tahun 40 dan 50-an, label ini
diterapkan untuk anak-anak yang memperlihatkan perilaku serupa, tetapi pada
diri mereka tidak ditemukan…
kerusakan otak,dan memunculkan istilah 'minimal
brain damage' disingkat MBD atau 'kerusakan otak minimal' dan'minimal
brain dysfunction' atau 'disfungsi minimal otak' disingkat DMO (Strauss dan
Lehtinen, 1986). Istilah-istilah ini membuka jalan bagi orang-orang untuk
menandai masalah tingkah laku yang disebabkan oleh kerusakan fisik (Schachar,
1986).Meskipun luka otak tertentu dapat menjelaskan beberapa kasus ADHD,
teori kerusakan otak ternyata tidak banyak diterima karena hanya dapat
menjelaskan sedikit kasus (Rie, 1980).
Anggapan ini mendapat dukungan lebih
jauh dari penemuan yang dilakukan oleh Bradley pada 1937,bahwa psycho
stimulan amphetamine dapat mengurangi tingkat hiperaktivitas dan
masalah perilaku. Akibatnya, istilah 'kerusakan otak minimal' atau 'disfungsi
otak minimal’ (minimal brain dysfunction) hanya digunakan sampai akhir
tahun 50-an. Dalam hal ini, tekanan bergeser dari etiologi menuju ungkapan
perilaku, dan hiperaktivitas menjadi ciri yang menentukan. Proses menganalisis
gejala-gejalanya sebagai cara menjelaskan sindrom tersebut diperkuat oleh
sejumlah peneliti yang berpengaruh. Mereka menganggap bahwa 'perhatian' menjadi
ciri kunci kondisi ADHD tersebut, bukan hiperaktivitas. Akibatnya, 'perhatian'
menjadi kata kuncinya.
Di akhir tahun 50-an itulah, ADHD
disebut hiperkinesis yang biasanya ditujukan terhadap lemahnya penyaringan
stimuli (rangsang) yang masuk ke dalam otak (Laufer,Denhoff,dan
Solomons,1957). Pandangan ini membawa pada definisi sindrom anak
hiperaktif, dimana gerak yang berlebih digambarkan sebagai ciri utama ADHD (Chess,
1960). Namun, tidak lama berselang, bahwa hiperaktif bukanlah satu-satunya
masalah, yaitu kegagalan anak mengatur aktivitas gerak yang selaras dengan
situasi.
Tahun 70-an, ada pendapat bahwa
selain hiperaktif, rendahnya perhatian dan kontrol gerak juga merupakan simtom
utama ADHD (Douglas, 1972).Teori ini banyak diterima dan mempunyai
pengaruh yang kuat terhadap Diagnostic and Statistical Manual (DSM)
dalam menggunakan definisi ADHD. Belakangan, simtom-simtom pengaturan diri yang
lemah dan mengalami kesulitan karena perilaku yang terhambat menjadi fokus
kajian sebagai penyebab utama yang memperparah kerusakan otak (Barkley, 1997a;
Douglas,1999; dan Nigg, 2001).
Meskipun ada kesepakatan yang
semakin kuat mengenai sifat ADHD, namun beberapa pandangan terus berusaha
mendapatkan penemuan-penemuan dan melakukan penelitian terbaru (Barkley, dkk.,
2002 dan Nigg, 2003).
Dalam perkembangannya, setelah dilakukan usaha untuk
merumuskan kembali ADHD yang berulang-ulang sampai menghasilkan klasifikasi
ragam gangguan, sekarang dapat dibaca pada edisi keempat (edisi terakhir) dari American
PsychiatricAssociation (DSM IV) yang terbit pada 1994 dan revisi terakhir
pada tahun 2005.
Uraian tentang kajian ADHD tersebut
di atas, menunjukkan bahwa nampak sejak awal ditemukan sampai pada rumusan
akhir, menurut penulis tidak terdapat perbedaan yang mencolok terutama di dalam
menghubungan istilah ADHD dengan ciri-ciri yang muncul berupa adanya gangguan
pemusatan perhatian dan hiperaktif.
Namun
kenyataannya saat ini banyak para ahli dari berbagai disiplin ilmu yang
mempunyi perhatian terhadap ADHD, terutama medis, psikologi, maupun pendidikan
yang mengalami kesulitan untuk menentukan bahwa seseorang dikatakan sebagai
penyandang ADHD. Sebagai contoh tidak mudah untuk membedakan penyandang ADHD
ringan dengan anak normal yang sedikit lebih aktif dibanding anak yang lainnya.
Beberapa tampilan dari gangguan lain
dapat mengaburkan ciri ADHD dan beberapa simtom ADHD dapat terjadi pada
diagnosa gangguan lainnya (misalnya gangguan spectrum autistik dan obsessive
compulsive). ADHD biasanya mulai timbul pada usia 3 tahun, namun pada umumnya
baru terdeteksi setelah anak duduk di sekolah dasar, dimana situasi belajar
yang formal menuntut pola perilaku yang terkendali termasuk pemusatan perhatian
dan konsentrasi yang baik. Ciri utama adanya kecenderungan untuk berpindah dari
satu kegiatan kepada kegiatan lain tanpa dapat menyelesaikan tugas yang
diberikan, tidak dapat konsentrasi dengan baik bila mengerjakan suatu tugas
yang menuntut keterlibatan kognitif, serta tampak adanya aktivitas yang tidak
beraturan, berlebihan, dan mengacau.
ADHD memiliki suatu pola yang
menetap dari kurangnya perhatian dan atau hiperaktivitas, yang lebih sering dan
lebih berat bila dibandingkan dengan anak lain pada taraf perkembangan yang
sama. Biasanya kondisi ini menetap selama masa bersekolah dan bahkan sampai
usia dewasa, walaupun sekitar 30-40% dari kelainan ini lambat laun menunjukkan
perbaikan dalam perhatian dan kegiatannnya. Biasanya didapatkan ciri-ciri ADHD
ini pada dua atau lebih situasi yang berbeda seperti di rumah, di sekolah, dan
di tempat kerja. Kondisi ini bila dibiarkan akan berdampak pada
prestasinya di sekolah. Anak tidak dapat mencapai
hasil yang optimal sesuai dengan kemampuannya, ataupun mengalami kesulitan
belajar. Akibat lain anak dapat tidak naik kelas dan cukup besar kemungkinan
untuk drop out dari sekolah dengan segala permasalahan yang akan timbul.
Diperkirakan sekitar 2-20% anak usia
sekolah di Amerika Serikat mengalami ADHD dan rasio anak laki-laki: perempuan
berkisar antara 3-5 berbanding 1. Sedangkan menurut penelitian Breton tahun
1999, (dalam MIF Baihaqi & M. Sugiarmin) ADHD lebih banyak dialami oleh
anak laki-laki daripada anak perempuan dengan estimasi 2-4 % untuk anak perempuan
dan 6-9 % untuk anak laki-laki. Di kalangan usia remaja, angka kejadian ADHD
menjadi menurun, baik pada perempuan maupun laki-laki, tetapi jumlah anak
laki-laki tetap lebih banyak daripada perempuan dengan rasio perbandingan 3:1.
Rasio ini bahkan lebih tinggi lagi dalam sampel klinis dimana perbandingannya
mencapai 6:1 atau bahkan lebih.
Kebanyakan
dari mereka yang mengalami gangguan ini mulai membutuhkan bantuan pada usia 6-9
tahun, walaupun banyak orangtua yang mengatakan bahwa masalah pada anaknya
sebenarnya telah muncul sejak masa anak-anak ini duduk di Taman Kanak-kanak.
Namun demikian anak ADHD selalu memiliki tiga komponen ciri utama yang sama
yaitu inattention, impulsivitas, dan hyperaktif.
II.
Penyebab ADHD
Penyebab ADHD telah banyak diteliti
dan dipelajari tetapi belum ada satu pun penyebab pasti yang tampak berlaku
bagi semua gangguan yang ada. Berbagai virus, zat-zat kimia berbahaya yang
banyak dijumpai di lingkungan sekitar, faktor genetika, masalah selama
kehamilan atau kelahiran, atau apa saja yang dapat menimbulkan kerusakan
perkembangan otak, berperan penting sebagai faktor penyebab ADHD ini.
Terdapat beberapa hal yang diduga
menjadi penyebab terjadinya ADHD, secara umum karena ketidakseimbangan kimiawi
atau kekurangan zat kimia tertentu di otak yang berfungsi untuk mengatur
‘perhatian dan aktivitas’ . Beberapa penelitian menunjukan adanya kecenderungan
faktor keturunan (herediter) tetapi banyak pula penelitian yang
menyebutkan bahwa faktor-faktor sosial dan lingkunganlah yang lebih berperan.
Ada
dugaan kuat bahwa televisi, komputer, dan videogame mempunyai andil dalam
memunculkan atau memperberat gejala ini. Anak dengan ciri ADHD tetapi tidak
ditemukan adanya kelainan neurologis, penyebabnya diduga ada kaitan dengan
faktor emosi dan pola pengasuhan. Namun untuk bahan kajian lebih lanjut akan
dikemukakan hasil penelitian Faron dkk, 2000, Kuntsi dkk, 2000, Barkley, 20003
(dalam MIF Baihaqi &Sugiarmin, 2006), yang mengatakan bahwa terdapat faktor
yang berpengaruh terhadap munculnya ADHD , yaitu:
·
Faktor genetika
Bukti
penelitian menyatakan bahwa faktor genetika merupakan faktor penting dalam
memunculkan tingkah laku ADHD. Satu pertiga dari anggota keluarga ADHD memiliki
gangguan, yaitu jik orang tua mengalami ADHD, maka anaknya beresiko ADHD
sebesar 60 %. Pada anak kembar, jika salah satu mengalami. ADHD, maka
saudaranya 70-80 % juga beresiko mengalami ADHD.
Pada
studi gen khusus beberapa penemuan menunjukkan bahwa molekul genetika gen-gen
tertentu dapat menyebabkan munculnya ADHD.Dengan demikian temuan-temun dari
aspek keluarga, anak kembar, dan gen-gen tertentu menyatakan bahwa ADHD ada
kaitannya dengan keturunan.
·
Faktor neurobiologis
Beberapa
dugaan dari penemuan tentang neurobiologis diantaranya bahwa terdapat persamaan
antara ciri-ciri yang muncul pada ADHD dengan yang muncul pada kerusakan fungsi
lobus prefrontl. Demikian juga penurunan kemampuan pada anak ADHD pada
tes neuropsikologis yang dihubungkan dengan fungsi lobus prefrontal. Temuan
melalui MRI (pemeriksaan otak dengan teknologi tinggi)menunjukan ada
ketidaknormalan pada bagian otak depan. Bagian ini meliputi korteks prefrontal
yang saling berhubungan dengan bagian dalam bawah korteks serebral secara
kolektif dikenal sebagai basal ganglia.
Bagian
otak ini berhubungan dengan atensi, fungsi eksekutif, penundaan respons, dan
organisasi respons.
Kerusakan-kerusakan
daerah ini memunculkan ciri-ciri yang serupa dengan ciri-ciri pada ADHD.
Informasi lain bahwa anak ADHD mempunyai korteks prefrontal lebih kecil
dibanding anak yang tidak ADHD.
III.
Identifikasi ADHD
Seperti telah di kemukakan
sebelumnya bahwa tidak mudah untuk membedakan penyandang ADHD terutama yang
tergolong ringan dengan anak normal yang sedikit lebih aktif dibanding anak
yang lainnya. Tidak ada tes untuk mendiagnosa secara pasti jenis gangguan ini,
mengingat gejalanya bervariasi tergantung pada usia, situasi, dan lingkungan.
Hal ini menunjukan ADHD merupakan
suatu gangguan yang kompleks berkaitan dengan pengendalian diri dalam berbagai
variasi gangguan tingkah laku. Variasi gangguan ini seperti dikatakan oleh
Lauer (1992) bahwa secara umum gangguan pemusatan perhatian berkaitan dengan
gangguan tingkah laku dan aktivitas kognitif, seperti misalnya berpikir,
mengingat, menggambar, merangkum, mengorganisasikan dan lain-lain.
Berikut ciri ADHD, dimana ciri-ciri
ini muncul pada masa kanak-kanak awal, bersifat menahun, dan tidak diakibatkan
oleh kelainan fisik yang lain, mental, maupun emosional. Ciri utama individu
dengan gangguan pemusatan perhatian meliputi: gangguan pemusatan perhatian
(inattention), gangguan pengendalian diri (impulsifitas), dan gangguan dengan
aktivitas yang berlebihan (hiperaktivitas).
Dapat
dijelaskan sebagai berikut:
I.
Inatensi
Yang
dimaksud adalah bahwa sebagai individu penyandang gangguan ini tampak mengalami
kesulitan dalam memusatkan perhatiannya. Mereka sangat mudah teralihkan oleh
rangsangan yang tiba-tiba diterima oleh alat inderanya atau oleh perasaan yang
timbul pada saat itu. Dengan demikian mereka hanya mampu mempertahankan suatu aktivitas
atau tugas dalam jangka waktu yang pendek, sehingga akan mempengaruhi proses
penerimaan informasi dari lingkungannya.
II.
Impulsifitas
Yang
dimaksud adalah suatu gangguan perilaku berupa tindakan yang tidak disertai
dengan pemikiran. Mereka sangat dikuasai oleh perasaannya sehingga sangat cepat
bereaksi. Mereka sulit untuk memberi prioritas kegiatan, sulit untuk
mempertimbangkan atau memikirkan terlebih dahulu perilaku yang akan
ditampilkannya. Perilaku ini biasanya menyulitkan yang bersangkutan maupun
lingkungannya.
III.
Hiperaktivitas
Yang
dimaksud adalah suatu gerakan yang berlebuhan melebihi gerakan yang dilakukan
secara umum anak seusianya. Biasanya sejak bayi mereka banyak bergerak dan
sulit untuk ditenangkan. Jika dibandingkan dengan individu yang aktif tapi
produktif, perilaku hiperaktif tampak tidak bertujuan. Mereka tidak mampu
mengontrol dan melakukan koordinasi dalam aktivitas motoriknya, sehingga tidak
dapat dibedakan gerakan yang penting dan tidak penting. Gerakannya dilakukan
terus menerus tanpa lelah, sehingga kesulitan untuk memusatkan perhatian.
Pedoman Identifikasi
Untuk
melakukan identifikasi ADHD dapat digunakan pedoman yang di keluarkan oleh,
yang menerapkan kriteria untuk menentukan gangguan pemusatan perhatian dengan
mengacu kepada DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder,
4th edition tahun 2005) sebagai berikut:
I.
Kurang Perhatian
Pada
kriteria ini, anak ADHD paling sedikit mengalami enam atau lebih dari
gejala-gejala berikutnya, dan berlangsung selama paling sedikit 6 bulan sampai
suatu tingkatan yang maladaptif dan tidak konsisten dengan tingkat
perkembangan.
·
Seringkali gagal memerhatikan
baik-baik terhadap sesuatu yang detail atau membuat kesalahan yang sembrono
dalam pekerjaan sekolah clan kegiatankegiatan lainnya,
·
Seringkali mengalami kesulitan
dalam memusatkan perhatian terhadap tugas-tugas atau kegiatan bermain,
·
Seringkali tidak mendengarkan
jika diajak bicara secara langsung,
·
Seringkali tidak mengikuti
baik-baik instruksi clan gagal dalam menyelesaikan pekerjaan sekolah,
pekerjaan,atau tugas di tempat kerja (bukan disebabkan karena perilaku melawan
atau kegagalan untuk mengerti instruksi),
·
Seringkali mengalami kesulitan
dalam menjalankan tugas dan kegiatan,
·
Seringkali kehilangan barangf
benda penting untuk tugas-tugas clan kegiatan, misalnya kehilangan
permainan;kehilangan tugas sekolah;kehilangan pensil, buku, dan alat tulis
lain,
·
Seringkali menghindari, tidak
menyukai atau enggan untuk melaksanakan tugas-tugas yang membutuhkan usaha
mental yang didukung, seperti menyelesaikan pekerjaan sekolah atau pekerjaan
rumah,
·
Seringkali bingung/terganggu
oleh rangsangan dari luar, dan seringkali cepat lupa dalam menyelesaikan
kegiatan sehari-hari.
II.
Hiperaktivitas Impulsifitas
Paling
sedikit enam atau lebih dari gejala-gejala hiperaktivitas impulsifitas
berikutnya bertahan selama paling sedikit 6 bulan sampai dengan tingkatan yang maladaptif
dan tidak dengan tingkat perkembangan.
Hiperaktivitas
·
Seringkali gelisah dengan
tangan atau kaki mereka, dan sering menggeliat di kursi,
·
Sering meninggalkan tempat
duduk di dalam kelas atau dalam situasi lainnya di mana diharapkan agar anak
tetap duduk,
·
Sering berlarian atau naik-naik
secara berlebihan dalam situasi di mana hal ini tidak tepat. (pada masa remaja
atau dewasa terbatas pada perasaan gelisah yang subjektif),
·
Sering mengalami kesulitan
dalam bermain atau terlibat dalam kegiatan senggang secara tenang,
·
Sering 'bergerak' atau
bertindak seolah-olah 'dikendalikan oleh motor', dan sering berbicara berlebihan.
Impulsivitas
·
Mereka sering memberi jawaban
sebelum pertanyaan selesal.
·
Mereka sering mengalami
kesulitan menanti giliran.
·
Mereka sering menginterupsi
atau mengganggu orang lain, misalnya rnemotong pembicaraan atau permainan.
·
Beberapa gejala hiperaktivitas
impulsifitas atau kurang perhatian yang menyebabkan gangguan muncul sebelum
anak berusia 7 tahun.
·
Ada suatu gangguan di dua atau
lebih seting/situasi.
·
Harus ada gangguan yang secara
klinis, signifikan di dalam fungsi sosia!, akademik, atau pekerjaan.
·
Gejala-gejala tidak terjadi
selama berlakunya PDD, skizofrenia, atau gangguan psikotik lainnya, dan tidak
dijelaskan dengan lebih baik oleh gangguan mental lainnya.
IV.
Pengaruh ADHD
Selanjutnya yang perlu diperhatikan
adalah pengaruh ADHD terhadap anak itu sendiri dan orang-orang yang berada di
lingkungannya. Meskipun kelihatannya sederhana, namun pengaruh ADHD dapat
dilihat dalam tiga bidang utama, yaitu aspek pendidikan, perilaku, dan sosial
anak.
Biasanya
cara anak ADHD menunjukkan dirinya bergantung faktor yang berhubungan dengan
usia dan profil kesulitan tertentu. Informasi ini dapat membantu dalam
melakukan identifikasi. Adapun aspek-aspek tersebut dapat digambarkan sebagai
berikut:
Pengaruh
ADHD terhadap pendidikan:
·
Tidak dapat segera memulai
suatu kegiatan,
·
Prestasi kurang,
·
Bekerja terlalu lambat atau
cepat,
·
Melupakan instruksi atau
penjelasan,
·
Selalu meninggalkan benda-benda
sampai menit terakhir,
·
Selalu bingung,
·
Menangguhkan pekerjaan
·
Motivasi yang kurang,
·
Kesulitan mengerjakan tugas,
dan menghindari teman, berperilaku kacau.
Pengaruh
ADHD terhdap perilaku :
·
Menuntut,
·
Turut campur dengan orang lain,
·
Mudah frustasi,
·
Kurang mengendalikan diri,
·
Tidak tenang/gelisah,
·
Lebih banyak bicara,
·
Suka menjadi pemimpin, mudah
berubah pendiran,
·
Mengganggu, cenderung untuk
mendapat kecelakaan, dan
·
Mudah bingung, mengalami
hari-hari baik dan buruk.
Pengaruh
ADHD terhadap aspek sosial
·
Mementingkan diri sendiri,
egosentris,
·
Cemas, kasar , tidak peka,
·
Tidak dewasa, tertekan,
·
Harga diri rendah,
·
Keras/tenang, membuat
keributan,
·
Tidak berfikir panjang,
·
Menarik diri dari kelompok,
·
Sering brperilaku tanpa
perasaan, dan
·
Tidak mau menunggu giliran.
Gambaran ADHD ini dapat diterangkan lebih rinci sebagai berikut:
1)
Perhatian yang pendek
Individu
dengan gangguan ini mengalami kesulitan untuk memusatkan perhatian dan
cenderung melamun, kurang motivasi, sulit mengikuti instruksi. Mereka sering
menunda atau menangguhkan tugas yang diberikan dan kesulitan untuk
menyelesaikan tugas yang diberikan karena cepat berpindah ke topik lain.
2)
Menurunnya daya ingat jangka pendek.
Individu
ini mengalami kesulitan dalam mengingat informasi yang baru didapat untuk
jangka wakyu yang pendek. Keadaan ini dapat mempengaruhi kegiatan belajar,
karena anak cenderung tidak dapat merespon dengan baik setiap instruksi. Dengan
demikian mereka juga mengalami kesulitan dalam mempelajari simbol-simbol,
seperti warna dan alphabet.
3)
Gangguan motorik dan koordinasi.
Masalah
perkembangan individu ini mempengaruhi keterampilan motorik kasar dan halus
atau koordinasi mata dan tangan. Dalam keterampilan motorik kasar, mereka
mengalami kesulitan dalam keseimbangan melompat, berlari, atau naik sepeda.
Dalam keterampilan motorik halus, seperti mengancingkan baju, memakai tali
sepatu, menggunting, mewarnai, dan tulisannya sulit dibaca. Dalam koordinasi
mata-tangan seperti melempar bola, menangkap bola, menendang, maka
gerakan-gerakannya cenderung terburu-buru. Hal ini tampak juga ketika mengikuti
kegiatan olah raga, gerakan-gerakannya tampak kurang terampil.
4)
Gangguan dalam mengatur atau mengorganisir kegiatan.
Gangguan
dalam hal ini seringkali nampak ketika anak mengatur kamarnya. Mereka
kelihatannya kesulitan, demikian juga dalam kegiatan sehari-hari lainnya. Hal
ini nampak juga ketika anak mengikuti ulangan atau ujian. Mereka kurang dapat
memperhatikan atau menimbang jawaban yang tepat, sehingga seringkali memperoleh
nilai yang kurang dari rata-rata kelasnya.
5)
Terdapat Gangguan Impulsivitas
Individu
dengan gangguan ini sering bertindak sebelum berpikir. Mereka tidak memikirkan
terlebih dahulu apa akibatnya bila melakukan suatu perbuatan. Sebagai contoh
ketika menyeberang jalan tanpa melihat dulu ke kiri dan ke kanan. Sering
memanjat. Melompat dari ketinggian yang berbahaya untuk ukurannya. Menyalakan
api, dan lain sebagainya.. Kecenderungannya, individu seakan-akan menempatkan
dirinya dalam suatu kondisi yang mempunyai resiko tinggi, bahkan seringkali
berbahaya bagi orang lain. Impulsivitas ini muncul pula dalam bentuk verbal.
Mereka berbicara tanpa berpikir lebih dahulu, tidak memperhitungkarn bagaimana
perasaan orang lain yang mendengarkan, apakah akar. Menyinggung atau
menyakitkan hati. Bentuk lain dari impulsivita_ adalah anak seperti tidak
sabaran, kurang mampu untuk menuna: keinginan, menginterupsi pembicaraan orang
lain. Cepat marah jika orang lain melakukan sesuatu di luar keinginannya
6)
Kesulitan untuk menyesuaikan diri.
Individu
dengan gangguan ini sering mempunyai masalah dalam penyesuaian diri terhadap semua
hal yang baru, misalnya sekolah, guru, rumah, baju baru. Mereka lebih menyukai
lingkungan yang sudah dikenal dengan baik, tidak mudah berubah, dan bersifat
kekeluargaan. Keadaan ini dapat menyebabkan mereka lebih cepat menjadi putus
asa. Seringkali apa yang sudah menjadi kebiasaan sejak kecil akan berlanjut
terus sampai dewasa.
7)
Gangguan memiliki ketidakstabilan emosi, baik watak maupun suasana hati.
Individu
dengan gangguan ini menampakkan pula perilaku sangat labil dalam menentukan
derajat suasana hati dari sedih ke gembira. Stimulus yang menyenangkan akan
menyebabkan kegembiraan yang berlebihan, sedang rangsang yang tidak
menyenangkan akan memunculkan kemarahan yang besar. Anak seringkali marah hanya
disebabkan oleh faktor pemicu yang sepele. Mereka juga cenderung mengalami
masalah untuk merasakan kegembiraan. Pada masa remaja kurang merasakan perasaan
kehilangan semangat atau tidak berdaya. Selain itu pada gangguan ini konsep
diri yang dimiliki sangat rendah. Kebanyakan mereka menolak untuk bermain
dengan teman seusianya, mereka lebih suka bermain dengan yang lebih mudah
usianya. Keadaan ini menunjukkan pertanda awal dari harga diri yang rendah.
Apabila dikemudian hari mereka tidak menunjukkan kemajuan di sekolah atau tidak
dapat mengembangkan keterampilan sosial, akan menimbulkan perasaan citra diri
yang negatif yang membuat rasa harga dirinya semakin menurun.
V.
Kebutuhan Khusus ADHD
Pertumbuhan dan perkembangan
individu serta keharusannya untuk mempelajari pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan untuk bersosialisasi dalam masyarakat merupakan suatu perpaduan yang
komplek. Bila seseorang hendak mengembangkan kepribadiannya ia harus belajar
mengendalikan dorongan-dorongan emosionalnya, sehingga dapat menselaraskan dan
menstabilkan perasaan serta tindakannya. Selain itu mampu memusatkan
perhatiannya serta menyusun sesuatu yang akan dilakukannya secara tepat dan
benar.
Anak ADHD karena masalah yang
menyertainya mengalami kesulitan untuk melakukan proses tindakan atau
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Keadaan ini menuntut pengaturan yang
memungkinkan anak dapat mengontrol diri dalam segala perbuatannya. Selain itu
setiap perlakuan yang diberikan pada anak ADHD membutuhkan umpan balik yang
segera dan konsisten. Hal ini penting untuk memperkuat tingkah laku yang
dikehendaki dan menghindarkan tingkah laku yang tidak dikehendaki.
Berdasarkan hal tersebut, maka
terdapat beberapa hal yang dibutuhkan anak ADHD, hal ini tidak terlepas dari
masalah yang dialaminya yaitu pertama yang berkaitan dengan kebutuhan
pengendalian diri, kedua kebutuhan belajar
Pertama,
kebutuhan pengendalian diri
Kebutuhan pengendalian diri lebih
berkaitan dengan mengurangi atau menghilangkan hyeraktivitas, meningkatkan
rentang perhatian, dan pengendalian impulsivitas. Oleh karena itu yang
dibutuhkan anak ADHD adalah :
A.
Rutinitas, Struktur, dan Konsistensi
Untuk
terpenuhinya rutinitas, struktur, dan konsisten, perlu dibuat jadwal harian
dalam bentuk visual dan tempelkan di tempat yang mudah dilihat. Bila ada
perubahan, beritahu sebelumnya. Tetapkan peraturan secara jelas beserta
konsekuensinya bila anak melanggar peraturan tersebut. Konsistensi dalam
penerapan disiplin, pemberian reward bagi tingkah laku positif dan penerapan
konsekuensi atau hukuman haruslah konsisten agar anak tidak bingung.
B.
Fokuskan Pada Hal-Hal Positif
Untuk
meningkatkan rasa percaya diri anak, beri perhatian lebih pada keunggulan anak
dan saat-saat ia melakukan tingkah laku positif. Berikan reward dan penghargaan
atas usaha-usaha yang telah ia lakukan walaupun hasilnya belum memuaskan.
Temukan aktivitas-aktivitas yang disukai anak dan kembangkan kemampuan anak
secara optimal agar dapat dibanggakan.
C.
Hindari Argumentasi dan Eskalasi
Untuk
menghindari konflik yang berlarut-larut, sedapat mungkin hindarilah
argumentasi. Beri perintah atau larangan dengan singkat dan tegas. Abaikan saja
komentar-komentar protes dari anak, jangan terlalu banyak memberikan penjelasan
karena justru akan menimbulkan argumentasi. Yang penting adalah menjelaskan
konsekuensi dari pilihan anak: bila ia memilih mengikuti perintah, maka ia akan
memperoleh reward; sementara kalau ia memilih menolak, maka yang
diperoleh adalah konsekuensi negatif.
D.
Abaikan hal-hal yang tidak penting
Kita
perlu menyadari bahwa anak ADHD tidak mungkin dituntut untuk berperilaku
teratur dan selalu mentaati norma-norma sosial. Buatlah daftar tentang tingkah
laku yang menjadi prioritas dalam kehidupan anak seperti misalnya mampu
menghindarkan diri dari bahaya, tidak bertindak agresif, mengerjakan tugas sebaik
mungkin. Hal-hal lain yang tidak menjadi prioritas sebaiknya tidak terlalu
dijadikan masalah sehingga anak tidak frustasi.
VI.
Hambatan Belajar dan
Prestasi Yang Rendah
Hambatan
belajar yang dialami seperti disebutkan di atas menyebabkan anak tidak dapat
mengikuti pelajaran dan menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan baik, yang
berakibat anak menderita kesulitan belajar dan prestasi belajarnya menurun. Hal
ini dapat diperberat dengan adanya masalah dalam membuat Pekerjaan Rumah (PR),
yang dapat merupakan sumber konflik terbesar antara anak ADHD.
Beberpa
kesulitan anak ADHD dalam menyelesaikan PR antara lain sebagaimana yang
dikemukakan oleh orang tua anak ADHD (Sidhi, 2006) sebagai berikut:
- Ia tidak menulis tugas yang diberikan. Akibatnya, ia
lupa apa yang harus dikerjakan.
- Ia mencatat tugas yang diberikan tetapi tidak tahu apa
yang harus dikerjakan.
- Jika ia mengerti tugas-tugasnya dan mencatatnya, ia
lupa meletakkan (meniliskan) di buku mana.
- Di rumah, ia menunda-nunda selama mungkin dalam membuat
PR, baru dikerjakan kalau sudah diomeli dan diancam orang tua.
- Pada waktu telah duduk di bangku untuk membuat PR, ia
melamun, memainkan benda-benda dan mencoreng-coreng PR. Supervisi terus menerus
dibutuhkan supaya ia menekuni pekerjaannya.
- Bahkan pada waktu ia telah menyelesaikan pekerjaannya,
ia lupa untuk menyerahkannya.
- Kelas I SD: dimana tuntutan untuk duduk diam dan
berpartisipasi dalam aktivitas guru-murid
-
Kelas III SD: dimana kesulitan membaca bertambah nyata. Pada waktu ini anak-anak
diharapkan untuk dapat bekerja mandiri, dan guru kurang toleran terhadap
kegelisahan, melamun, dan tugas-tugas yang tidak diselesaikan.
Akibat
yang ditimbulkan dari hambatan belajar dan penurunan prestasi belajar tersebut
ditemukan terdapat anak ADHD yang mengalami tidak naik kelas atau mengulang
kelas. Dari penelitian-penelitian dilaporkan bahwa anak ADHD yng mengulang
kelas satu kali sebanyak 50-85%, yang mengulang kelas dua sampai tiga kali
sebanyak 30 %, dan yang harus mengikuti kelas khusus sebanyak 10 %, (Sidhi,
2000).
Dari
gambaran di atas menunjukkan bahwa hambatan yang dialami anak ADHD mempunyai
pengaruh yang luas tidak hanya terbatas hambatan belajar akan tetapi juga
terhadap kelangsung pendidikannya. Hal ini jika tidak mendapatkan penangan sesuai
kebuatuhannya, makan akan menambah deretan panjang anak yang mengalami
kegagalan mengikuti pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman,
M. (1996). Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Depdikbud
Dirjen Dikti.
American
Psychiatric Assosiations (2005). Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders (DSM IV). Washington, DC. American Psychiatric Associations.
Alberto,
P. A,. & Anne, C. A,. (1986). Applied Behavior Analysis for Teachers.
Ohio: Merrill Publishing Company.
Grad,
L. Flick. (1998). ADD/ADHD Behavior-change Resource Kit. New York: The
Center for Applied Research in Education.
Indira,
L. G. (1997). Pengalaman Upaya Penanganan Anak dengan Gangguan Pemusatan
Perhatian di PPPTKA. Yogyakarta.
Ingersoll,
B. D., & Sam, G. (1993). Attentian Deficit Disorder and Learning
Disabilities. New York: Doubleday.
Kisker,
G. W. (1985). The Disorganized Personality. Singapore: McGraw-Hill Book
Co.
MIF
Baihaqi & M.Sugiarmin (2006). Memahami dan Membantu Anak ADHD.
Bandung: Refika Aditama
Sidhi.
(2006). Peranan Parent Support Group dalam Penanganan Anak GPPH. Jakarta:
Konferensi Nasional Neurodevelopmental.
Taylor, E. (1988). Anak yang
Hiperaktif. Jakarta: Gramedia