Tujuan
dan Kompetensi yang Diharapkan Bagi Mahasiswa
Defenisi dan prevalensi
kekerasan pada anak
Level peringatan dari
kekerasan pada anak
Konsekuensi kekerasan
pada anak
Intervensi untuk masalah
kekerasan pada anak
DEFENISI
DAN PREVALENSI KEKERASAN PADA ANAK
Kekerasan berarti penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan
salah. Menurut WHO kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan,
ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang
atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan
memar/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau
perampasan hak.
NEXT....
Awal mulanya istilah tindak kekerasan pada anak atau child
abuse dan neglect dikenal dari dunia kedokteran. Sekitar tahun 1946,
Caffey-seorang radiologist melaporkan kasus cedera yang berupa gejala-gejala
klinik seperti patah tulang panjang yang majemuk (multiple fractures) pada
anak-anak atau bayi disertai pendarahan subdural tanpa mengetahui sebabnya
(unrecognized trauma). Dalam dunia kedokteran, istilah ini dikenal dengan
istilah Caffey Syndrome (Ranuh, 1999).
Barker (dalam Huraerah, 2007) mendefinisikan child abuse
merupakan tindakan melukai beulang-ulang secara fisik dan emosional terhadap
anak yang ketergantungan, melalui desakan hasrat, hukuman badan yang tak
terkendali, degradasi dan cemoohan permanen atau kekerasan seksual.
LEVEL
PERINGATAN DARI KEKERASAN PADA ANAK
Terry E. Lawson Psikiater Internasional yang merumuskan
definisi tentang child abuse, menyebut ada empat macam abuse, yaitu emotional
abuse, verbal abuse, physical abuse, dan sexual abuse).
a. Kekerasan secara Fisik (physical abuse)
Physical abuse, terjadi ketika orang tua/pengasuh dan
pelindung anak memukul anak (ketika anak sebenarnya memerlukan perhatian).
b. Kekerasan Emosional (emotional abuse)
Emotional abuse terjadi ketika orang tua/pengasuh dan
pelindung anak setelah mengetahui anaknya meminta perhatian, mengabaikan anak
itu.
NEXT....
Kekerasan secara Verbal (verbal abuse)
Biasanya berupa
perilaku verbal dimana pelaku melakukan pola komunikasi yang berisi penghinaan,
ataupun kata-kata yang melecehkan anak. Pelaku biasanya melakukan tindakan
mental abuse, menyalahkan, melabeli, atau juga mengkambinghitamkan.
d. Kekerasan Seksual (sexual abuse)
Sexual abuse meliputi pemaksaan hubungan seksual yang
dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut
(seperti istri, anak dan pekerja rumah tangga). Selanjutnya dijelaskan bahwa
sexual abuse adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual,
pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan atau tidak disukai,
pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersil dan atau
tujuan tertentu.
NEXT.....
Menurut Suharto (1997) mengelompokkan kekerasan pada anak
menjadi:
a. Kekerasan Anak Secara Fisik ; meliputi penyiksaan,
pemukulan, dan penganiayaan terhadap anak, dengan atau tanpa menggunakan
benda-benda tertentu, yang menimbulkan luka-luka fisik atau kematian pada anak.
Kekerasan Anak Secara Psikis : kekerasan secara psikis
meliputi penghardikan, penyampaian kata-kata kasar dan kotor, memperlihatkan
buku, gambar, dan film pornografi pada anak
Kekerasan Anak Secara Seksual
Kekerasan secara seksual dapat berupa perlakuan prakontak
seksual antara anak dengan orang yang lebih besar (melalui kata, sentuhan,
gambar visual, exhibisionism), maupun perlakuan kontak seksual secara langsung
antara anak dengan orang dewasa (incest, perkosaan, eksploitasi seksual).
d. Kekerasan Anak Secara Sosial : mencakup penelantaran
anak dan eksploitasi anak. Penelantaran anak adalah sikap dan perlakuan
orangtua yang tidak memberikan perhatian
yang layak terhadap proses tumbuh-kembang anak.
KONSEKUENSI
KEKERASAN PADA ANAK
Kebanyakan korban perkosaan merasakan kriteria
psychological disorder yang disebut post-traumatic stress disorder (PTSD),
simtom-simtomnya berupa ketakutan yang intens terjadi, kecemasan yang tinggi,
emosi yang kaku setelah peristiwa traumatis.
korban yang mengalami kekerasan membutuhkan waktu satu
hingga tiga tahun untuk terbuka pada orang lain. Beitch-man et al (dalam Tower,
2002),
INTERVENSI
UNTUK MASALAH KEKERASAN PADA ANAK
Pencegahan
primer
untuk semua orang tua dalam upaya meningkatkan kemampuan
pengasuhan dan menjaga agar perlakuan salah atau abuse tidak terjadi,
meliputi perawatan anak dan layanan yang memadai, kebijakan tempat bekerja yang
medukung, serta pelatihan life skill bagi anak. Yang dimaksud dengan
pelatihan life skillmeliputi penyelesaian konflik tanpa kekerasan,
ketrampilan menangani stress, manajemen sumber daya, membuat keputusan efektif,
komunikasi interpersonal secara efektif, tuntunan atau guidance dan
perkembangan anak, termasuk penyalahgunaan narkoba.
NEXT....
Pencegahan
sekunder
Ditujukan bagi
kelompok masyarakat dengan risiko tinggi dalam upaya meningkatkan ketrampilan
pengasuhan, termasuk pelatihan dan layanan korban untuk menjaga agar perlakuan
salah tidak terjadi pada generasi berikut. Kegiatan yang dilakukan di sini di
antaranya dengan melalukan kunjungan rumah bagi orang tua yang baru mempunyai
anak untuk melakukan self assessment apakah mereka berisiko melakukan
kekerasan pada anak di kemudian hari.
Pencegahan
tersier
Dimaksudkan untuk
meningkatkan kemampuan pengasuhan yang menjaga agar perlakuan salah tidak
terulang lagi, di sini yang dilakukan adalah layanan terpadu untuk anak yang
mengalami korban kekerasan, konseling, pelatihan tatalaksana stres.
NEXT.....
3. Pencegahan tersier
Rehabilitasi
Pada kegiatan ini penderita diharapkan dapat kembali
berfungsi hidup secara optimum, upaya pendampingan yang di kenal sebagai
re-entry program di mana penderita mulai bekerja dan hidup sebagaimana layaknya
orang lain dan pada saat tertentu berdiskusi dengan pendamping mereka (psikolog
dan pekerja sosial), sehingga akhirnya ia dapat berfungsi kembali sebagaimana
layaknya orang biasa dan dapat mencegah supaya ia tidak menggunakan obat
addiktif lagi.
Oleh karena karakteristik dari ketergantungan obat penuh
dengan faktor relaps maka tahap pencegahan oleh sebagian ahli dibedakan atas
primary prevention, secondary prevention dan relaps prevention ( Trachenberg,
1997)
TERIMA KASIH