Sunday, 12 April 2015

MEMAHAMI KEKERASAN PADA ANAK  SEBAGAI GEJALA PATOLOGI SOSIAL


MEMAHAMI KEKERASAN PADA ANAK
 SEBAGAI GEJALA PATOLOGI SOSIAL

Tujuan dan Kompetensi yang Diharapkan Bagi Mahasiswa
Defenisi dan prevalensi kekerasan pada anak
Level peringatan dari kekerasan pada anak
Konsekuensi kekerasan pada anak
Intervensi untuk masalah kekerasan pada anak
DEFENISI DAN PREVALENSI KEKERASAN PADA ANAK
Kekerasan berarti penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan salah. Menurut WHO kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak.
NEXT....
Awal mulanya istilah tindak kekerasan pada anak atau child abuse dan neglect dikenal dari dunia kedokteran. Sekitar tahun 1946, Caffey-seorang radiologist melaporkan kasus cedera yang berupa gejala-gejala klinik seperti patah tulang panjang yang majemuk (multiple fractures) pada anak-anak atau bayi disertai pendarahan subdural tanpa mengetahui sebabnya (unrecognized trauma). Dalam dunia kedokteran, istilah ini dikenal dengan istilah Caffey Syndrome (Ranuh, 1999).
Barker (dalam Huraerah, 2007) mendefinisikan child abuse merupakan tindakan melukai beulang-ulang secara fisik dan emosional terhadap anak yang ketergantungan, melalui desakan hasrat, hukuman badan yang tak terkendali, degradasi dan cemoohan permanen atau kekerasan seksual.
LEVEL PERINGATAN DARI KEKERASAN PADA ANAK
Terry E. Lawson Psikiater Internasional yang merumuskan definisi tentang child abuse, menyebut ada empat macam abuse, yaitu emotional abuse, verbal abuse, physical abuse, dan sexual abuse).
a. Kekerasan secara Fisik (physical abuse)
Physical abuse, terjadi ketika orang tua/pengasuh dan pelindung anak memukul anak (ketika anak sebenarnya memerlukan perhatian).
b. Kekerasan Emosional (emotional abuse)
Emotional abuse terjadi ketika orang tua/pengasuh dan pelindung anak setelah mengetahui anaknya meminta perhatian, mengabaikan anak itu.
NEXT....
Kekerasan secara Verbal (verbal abuse)
  Biasanya berupa perilaku verbal dimana pelaku melakukan pola komunikasi yang berisi penghinaan, ataupun kata-kata yang melecehkan anak. Pelaku biasanya melakukan tindakan mental abuse, menyalahkan, melabeli, atau juga mengkambinghitamkan.
d. Kekerasan Seksual (sexual abuse)
Sexual abuse meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut (seperti istri, anak dan pekerja rumah tangga). Selanjutnya dijelaskan bahwa sexual abuse adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersil dan atau tujuan tertentu.
NEXT.....
Menurut Suharto (1997) mengelompokkan kekerasan pada anak menjadi:
a. Kekerasan Anak Secara Fisik ; meliputi penyiksaan, pemukulan, dan penganiayaan terhadap anak, dengan atau tanpa menggunakan benda-benda tertentu, yang menimbulkan luka-luka fisik atau kematian pada anak.
Kekerasan Anak Secara Psikis : kekerasan secara psikis meliputi penghardikan, penyampaian kata-kata kasar dan kotor, memperlihatkan buku, gambar, dan film pornografi pada anak
Kekerasan Anak Secara Seksual
Kekerasan secara seksual dapat berupa perlakuan prakontak seksual antara anak dengan orang yang lebih besar (melalui kata, sentuhan, gambar visual, exhibisionism), maupun perlakuan kontak seksual secara langsung antara anak dengan orang dewasa (incest, perkosaan, eksploitasi seksual).
d. Kekerasan Anak Secara Sosial : mencakup penelantaran anak dan eksploitasi anak. Penelantaran anak adalah sikap dan perlakuan orangtua yang tidak memberikan perhatian  yang layak terhadap proses tumbuh-kembang anak.
KONSEKUENSI KEKERASAN PADA ANAK
Kebanyakan korban perkosaan merasakan kriteria psychological disorder yang disebut post-traumatic stress disorder (PTSD), simtom-simtomnya berupa ketakutan yang intens terjadi, kecemasan yang tinggi, emosi yang kaku setelah peristiwa traumatis.
korban yang mengalami kekerasan membutuhkan waktu satu hingga tiga tahun untuk terbuka pada orang lain. Beitch-man et al (dalam Tower, 2002),
INTERVENSI UNTUK MASALAH KEKERASAN PADA ANAK
Pencegahan primer 
untuk semua orang tua dalam upaya meningkatkan kemampuan pengasuhan dan menjaga agar perlakuan salah atau abuse tidak terjadi, meliputi perawatan anak dan layanan yang memadai, kebijakan tempat bekerja yang medukung, serta pelatihan life skill bagi anak. Yang dimaksud dengan pelatihan life skillmeliputi penyelesaian konflik tanpa kekerasan, ketrampilan menangani stress, manajemen sumber daya, membuat keputusan efektif, komunikasi interpersonal secara efektif, tuntunan atau guidance dan perkembangan anak, termasuk penyalahgunaan narkoba.
NEXT....
Pencegahan sekunder
  Ditujukan bagi kelompok masyarakat dengan risiko tinggi dalam upaya meningkatkan ketrampilan pengasuhan, termasuk pelatihan dan layanan korban untuk menjaga agar perlakuan salah tidak terjadi pada generasi berikut. Kegiatan yang dilakukan di sini di antaranya dengan melalukan kunjungan rumah bagi orang tua yang baru mempunyai anak untuk melakukan self assessment apakah mereka berisiko melakukan kekerasan pada anak di kemudian hari.

Pencegahan tersier 
   Dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan pengasuhan yang menjaga agar perlakuan salah tidak terulang lagi, di sini yang dilakukan adalah layanan terpadu untuk anak yang mengalami korban kekerasan, konseling, pelatihan tatalaksana stres.
NEXT.....
3. Pencegahan tersier
    Rehabilitasi
Pada kegiatan ini penderita diharapkan dapat kembali berfungsi hidup secara optimum, upaya pendampingan yang di kenal sebagai re-entry program di mana penderita mulai bekerja dan hidup sebagaimana layaknya orang lain dan pada saat tertentu berdiskusi dengan pendamping mereka (psikolog dan pekerja sosial), sehingga akhirnya ia dapat berfungsi kembali sebagaimana layaknya orang biasa dan dapat mencegah supaya ia tidak menggunakan obat addiktif lagi.
Oleh karena karakteristik dari ketergantungan obat penuh dengan faktor relaps maka tahap pencegahan oleh sebagian ahli dibedakan atas primary prevention, secondary prevention dan relaps prevention ( Trachenberg, 1997)
TERIMA KASIH

Yudisium mahasiwa UNPRI pada tgl 18 september 2016

Acara pelepasan wisudawan dan wisudawati psikologi S1 angkatan ke 5 Yudisium mahasiwa Unpri jurusan psikologi, kegiatan ini juga akan ...